Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertemuan Kim Jong-un & Trump, Peliknya Tugas Presiden Korsel

Beberapa hari sebelum pertemuan penting dengan Presiden AS Donald Trump, Pyongyang telah menjadikan peran Moon sebagai perantara diplomatik jauh lebih pelik dengan menyebut pemerintahannya 'tidak tahu apa-apa dan tidak kompeten' dan menarik diri dari pembicaraan antar-Korea.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (kiri) bergandengan tangan dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in saat pertemuan di desa gencatan senjata Panmunjom, Korea Selatan, Jumat (27/4/2018)./Reuters
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (kiri) bergandengan tangan dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in saat pertemuan di desa gencatan senjata Panmunjom, Korea Selatan, Jumat (27/4/2018)./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Popularitas Presiden Korea Selatan Moon Jae-in meroket setelah pertemuan bersejarahnya dengan pemimpin Korea Utara  Kim Jong-un. Saat ini dia membantu merancang pertemuan AS-Korut yang direncakan bulan depan.

Namun, hanya beberapa hari sebelum pertemuan penting dengan Presiden AS Donald Trump, Pyongyang telah menjadikan peran Moon sebagai perantara diplomatik jauh lebih pelik dengan menyebut pemerintahannya 'tidak tahu apa-apa dan tidak kompeten' dan menarik diri dari pembicaraan antar-Korea.

Mengutip Reuters, Moon menuju Washington minggu depan dengan tugas yang mendebarkan untuk menyusun pendekatan terpadu antara dua sekutu menjelang pertemuan 12 Juni antara Trump dan Kim di Singapura.

Meskipun secara terbuka mendukung kampanye sanksi dan ancaman militer Trump, Moon telah lama meminta rekonsiliasi dengan Korut dan telah mendorong Washington untuk terlibat dengan tawaran Pyongyang.

Ancaman Korut pekan ini untuk membatalkan pertemuan puncak dengan Trump jika Washington terus mendesak unilateralisasi sepihak dan keluhan tentang latihan militer AS-Korsel sedikit mengikis harapan Moon akan kesepakatan damai.

"Moon melakukan pekerjaan yang mengesankan dalam membangun modal politik dengan kedua pemimpin -dengan Trump sepanjang 2017 dan lebih dengan Kim pada 2018-- dan telah menghabiskan sebagian di antaranya untuk menciptakan situasi yang membawa Korut dan AS ke meja," kata Andray Abrahamian, peneliti di Griffith Asia Institute.

Menurut Abrahamian, Moon masih dalam posisi sebagai perantara, tetapi hanya sejauh ketika dua pihak lainnya mengambil posisi yang bisa dijembatani.

Dalam pidato panjangnya di Oval Office Gedung Putih, di mana dia juga mengkritik tajam perdagangan China, Trump mengatakan, sepanjang yang dia tahu, pertemuannya dengan Kim masih sesuai rencana, tetapi pemimpin Korut mungkin dipengaruhi oleh Beijing setelah dua kali kunjungan ke China yang dilakukan Kim.

Menurut Zhao Tong, ahli Korut di Carnegie-Tsinghua Center di Beijing, jalinan baru hubungan Korut dengan China 'tentu saja membesarkan hati' Kim dan membuatnya kurang bergantung pada pertemuan tingkat tinggi yang sukses dengan Trump.

"Saya skeptis tentang spekulasi China di belakang garis keras baru Kim Jong. Saya percaya China ingin Korut dan AS mencapai kesepakatan, yang akan mempermudah China meningkatkan kerja sama ekonomi dengan Korut serta memfasilitasi transisi strategis Korut ke pembangunan ekonomi dan keterbukaan."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Nancy Junita
Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper