Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dubes China untuk WTO: AS Bisa Rusak Fungsi WTO

Pemerintahan Trump telah memberikan tiga hembusan keras bagi Organisasi Dagang Internasional (WTO) yang dapat merusak kemampuan badan internasional itu untuk meregulasi perdagangan global.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Kabar24.com, JAKARTA – Pemerintahan Trump telah memberikan tiga hembusan keras bagi Organisasi Dagang Internasional (WTO) yang dapat merusak kemampuan badan internasional itu untuk meregulasi perdagangan global.

Duta Besar China untuk WTO, Zhang Xiangchen menjelaskan, Amerika Serikat telah menghambat pemilihan anggota baru Appellate Body, mengambil pengukuran hambatan perdagangan di bawah UU 232, dan mengancam mengenakan tarif sebesar US$50 miliar untuk produk impor asal China di bawah UU 301 dari UU domestik AS

“Semuanya, jika dibiarkan begitu saja, akan merusak fungsi WTO secara fatal,” katanya seperti dikutip Bloomberg, Rabu (16/5/2018).

Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa Negeri Panda tetap berupaya melindungi sistem WTO, kendati AS mengancam untuk meninggalkan badan perdagangan dunia tersebut.

 “Situasi yang dihadapi WTO saat ini memberikan sinyal krisis kepada banyak negara anggota, membuat mereka meningkatkan kesadaran pentingnya sitem perdagangan multilateral,” tulis Zhang di dalam wawancara tertulis dengan Bloomberg.

Adapun AS dan China akan melanjutkan diskusi mereka di Washinton pekan ini setelah Pemerintahan Trump meminta Beijing memotong surplus perdagangan bilateralnya sebesar US$200 miliar  hingga 2020 dan tidak boleh membalas tarif yang diberikan Negeri Paman Sam.

Sebelumnya, China telah mengkritik Pemerintahan Trump atas penolakannya menunjuk anggota baru Appellate Body WTO, yaitu panel yang memiliki keputusan final untuk menahan, memodifikasi, atau mengembalikan aturan WTO. Kini panel yang terdiri dari tujuh anggota itu hanya berjalan dengan empat anggota aktif.

“Di dalam sejarah sistem perdagangan multilateral, ada beberapa contoh komitmen impor. Praktik-praktik seperti itu jelas sekali merusak prinsip nondiskriminasi dari Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (GATT) yang telah lama ditinggalkan,” ujarnya.

Zhang melanjurkan, di balik kritik AS terhadap peran penting pemerintahan China di dalam perekonomiannya, permintaan perdagangan yang diajukan AS tersebut tidaklah masuk akal.

“AS menyalahkan Pemerintahan China untuk intervensi negara di satu sisi, sementara di sisi lain menekan China dengan memberikan permintaan untuk meningkatkan impor, melarang ekspor, dan mengurangi kelebihan kapasitas,” ungkapmya.

Zhang menyayangkan, Pemerintah China bisa saja berusaha untuk mempromosikan perdagangan, namun tentu tidak bisa memaksa perusahaan untuk melakukan bisnis dengan menempatkan pistol di kepala mereka.

Zhang memberikan komentarnya tersebut menjelang delegasi Presiden China Xi Jinping, Liu He, dijadwalkan terbang ke Washington untuk bertemu dengan pembuat kebijakan, Kementerian Perdagangan, Kantor Perwakilan Perdagangan (USTR), dan kemungkinan Presiden AS Donald Trump sendiri pekan ini.

Zhang mengindikasikan bahwa perselisihan kali ini tidak sebanding dengan perselisihan AS dengan Jepang pada tiga dekade lalu, kala Jepang menghadapi sejumlah permintaan dari Pemerintahan Reagan dan menyetujui apresiasi mata uang di hadapan dolar AS untuk mengimbangi alur perdagangan.

“Pengalaman masa lalu tidak begitu membantu untuk mengatasi masalah kali ini. Kami harus jelas bahwa sekarang abad ke-21 bukannya era 1980-an, dan Beijing bukan Tokyo,” tulis Zhang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper