Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saking Besarnya, Mantan Pejabat Ini Keluhkan Komisi untuk Bupati Nonaktif Rita Widyasari

Bekas Kepala Dinas Cipta Karya Kabupaten Kutai Kartanegara Basri Hasan mengaku sempat mengeluh kepada Wakil Bupati Kutai Kartanegara Ghufron Yusuf soal setoran komisi proyek.
Terdakwa kasus suap pemberian izin lokasi perkebunan di Kutai Kartanegara Rita Widyasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (11/4). Sidang Bupati Kutai Kartanegara nonaktif itu beragendakan mendengarkan keterangan saksi./Antara
Terdakwa kasus suap pemberian izin lokasi perkebunan di Kutai Kartanegara Rita Widyasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (11/4). Sidang Bupati Kutai Kartanegara nonaktif itu beragendakan mendengarkan keterangan saksi./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Bekas Kepala Dinas Cipta Karya Kabupaten Kutai Kartanegara Basri Hasan mengaku sempat mengeluh kepada Wakil Bupati Kutai Kartanegara Ghufron Yusuf soal setoran komisi proyek.

Dia mengeluhkan tingginya persenan komisi proyek yang diminta oleh Junaidi, yang dikenal sebagai anggota tim pemenangan Bupati Rita Widyasari.

"Ke Pak Ghufron pernah mengeluh karena saya rasa ini yang diminta (komisi) terlalu tinggi," kata Basri saat bersaksi dalam persidangan terdakwa gratifikasi Bupati Kutai Kartanegara nonaktif Rita Widyasari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (11/4/2018).

Rita Widyasari didakwa menerima uang gratifikasi senilai Rp286 miliar sebagai imbalan dari kontraktor 867 proyek. Total gratifikasi yang diterima Rita sebesar Rp469 miliar dari proyek-proyek itu selama menjabat bupati.

Rita juga didakwa menerima suap dari izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, kepada PT Sawit Golden Prima.

Atas keluhan yang disampaikannya pada sekitar tahun 2014-2015 itu, kata Basri, Ghufron menyatakan akan meneruskannya kepada sang Bupati. Namun, ternyata keluhan itu tidak berjawab. Kutipan duit setoran itu masih tetap berjalan.

"Saat bertemu lagi dengan Pak Ghufron, saya tanyakan lagi. Katanya, 'biarkan saja itu untuk anak-anak'. Maksudnya untuk kegiatan," tutur dia.

Dalam persidangan Basri memang mengaku diminta untuk mengambil duit komisi sebesar 11 persen dari total nilai proyek yang dikerjakan rekanan kontraktor. Alokasi setoran tersebut adalah 4 persen untuk dinas, 6 persen untuk Bupati Rita, sementara 1 persen sisanya tak diketahui. Proyek yang dikenakan kutipan itu hanyalah proyek yang dilelang.

Basri mengaku tidak pernah terlibat dalam penyaluran duit itu. Fulus untuk dinasnya, ujar dia, masuk melalui anak buahnya, sementara 7 persen lainnya masuk langsung ke Junaidi. Dia menuturkan tidak pernah mengonfirmasi maupun melaporkan setoran-setoran itu kepada Rita.

"Yang 6 persen pun saya tidak tahu apakah sampai ke Bupati atau tidak," ujar pria yang kini telah memasuki masa pensiun itu.

Setiap berkomunikasi dengan Rita, Basri menyatakan tidak pernah membicarakan soal setoran proyek itu sama sekali.

"Kalau bertemu Ibu hanya membicarakan kegiatan, misalnya ditelepon soal Pasukan Kuning."

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : JIBI
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper