Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terlibat Dugaan Penyalahgunaan Data, Facebook Diinterogasi Kongres

Facebook menghadapi seruan peraturan baru dari Kongres AS dan menghadapi pertanyaan mengenai perlindungan data pribadi pada hari Sabtu (17/3/2018) menyusul laporan bahwa seorang konsultan politik mendapatkan akses yang tidak tepat ke data 50 juta pengguna sejak tahun 2014.
Facebook/Istimewa
Facebook/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Facebook menghadapi seruan peraturan baru dari Kongres AS dan menghadapi pertanyaan mengenai perlindungan data pribadi pada hari Sabtu (17/3/2018) menyusul laporan bahwa seorang konsultan politik mendapatkan akses yang tidak tepat ke data 50 juta pengguna sejak tahun 2014.

Facebook mengungkapkan masalah ini dalam sebuah posting blog pada hari Jumat (16/3), beberapa jam sebelum laporan media bahwa Cambridge Analytica, sebuah perusahaan data yang terkenal dengan karyanya mengenai kampanye presiden Donald Trump tahun 2016, diberi akses ke data dan mungkin tidak menghapusnya.

"Sudah jelas platform ini tidak bisa melindungi diri mereka sendiri," ungkap Senator AS dari Partai Demokrat, Amy Klipuchar pada akun Twitternya.

"Mereka bilang 'percayalah pada kita'. Mark Zuckerberg perlu memberi kesaksian di depan Peradilan Senat," tambahnya, seperti dikutip CNBC.

Facebook mengatakan akar masalahnya adalah bahwa para periset dan Cambridge Analytica membohonginya dan menyalahgunakan kebijakan Facebook, namun para kritikus pada Sabtu turut menyalahkan Facebook dan menuntut jawaban atas nama pengguna dan meminta peraturan baru.

Perusahaan bersikeras data tersebut disalahgunakan namun tidak dicuri karena pengguna pada dasarnya memberikan izin, sehingga memicu perdebatan tentang apa yang dimaksud dengan peretasan yang harus diungkapkan kepada pelanggan.

"’Kotak hitam’ praktik data Facebook dibuka, dan isinya tidak cantik," kata Frank Pasquale, profesor hukum Universitas Maryland yang telah menulis tentang penggunaan data Silicon Valley.

Pasquale mengatakan respons Facebook bahwa data secara teknis tidak dicuri sepertinya mengaburkan masalah utama bahwa data tersebut ternyata digunakan dengan cara yang bertentangan dengan harapan pengguna.

Senator Partai Demokrat Mark Warner mengatakan bahwa kejadian tersebut meningkatkan kebutuhan akan peraturan baru terhadap iklan internet, yang menggambarkan industri ini sebagai "Wild West."

"Entah itu mengizinkan orang Rusia untuk membeli iklan politik, atau penargetan mikro yang luas berdasarkan data pengguna yang buruk, jelas bahwa jika tidak diatur, pasar ini akan terus rentan terhadap penipuan dan kurangnya transparansi," katanya.

Namun, dengan orang-orang Republik yang menguasai mayoritas Senat, tidak jelas apakah usulan Klobuchar dan Warner akan menang.

Pemeriksaan tersebut menghadirkan ancaman baru terhadap reputasi Facebook, yang telah diserang atas dugaan penggunaan oleh orang Rusia untuk mempengaruhi warga AS sebelum dan sesudah pemilihan umum tahun 2016.

New York Times dan Observer London melaporkan pada hari Sabtu bahwa informasi pribadi dari 50 juta lebih pengguna Facebook secara tidak benar berada di tangan Cambridge Analytica, dan informasinya belum dihapus meski ada tuntutan Facebook mulai tahun 2015.

Sebanyak 270.000 orang mengizinkan penggunaan data mereka oleh seorang peneliti, yang juga menghapus data dari semua teman mereka, sebuah langkah yang diizinkan oleh Facebook sampai tahun 2015. Peneliti menjual tersebut data ke Cambridge, yang bertentangan dengan peraturan Facebook, kata surat kabar tersebut.

Cambridge Analytica bekerja pada kampanye Trump di tahun 2016. Namun, seorang pejabat kampanye Trump mengatakan bahwa mereka menggunakan sumber data dari Partai Republik, bukan Cambridge Analytica, untuk mendapatkan informasi pemilihnya.

Dalam serangkaian pernyataan tertulis sejak Jumat, Facebook mengatakan bahwa kebijakannya telah dilanggar oleh Cambridge Analytica dan perisetnya. Facebook juga sedang mencari upaya hokum atas mesalah ini.

Sementara itu, Cambridge Analytica mengatakan telah menghapus semua data dan bahwa perusahaan yang memasok data tersebut telah bertanggung jawab untuk mendapatkannya.

Andrew Bosworth, wakil presiden Facebook, mengisyaratkan perusahaan akan membuat lebih banyak perubahan untuk menjunjung tinggi dan menghargai privasi. "Kita harus berbuat lebih baik dan akan berbuat lebih baik," tulisnya di Twitter, menambahkan bahwa "bisnis kita bergantung padanya (pengguna) di setiap tingkat."


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper