Bisnis.com, JAKARTA — Setelah bertahun-tahun menjalani perundingan yang berliku, akhirnya sebelas anggota Pakta Perdagangan Trans Pasifik (Trans Pacific Partnership/TPP) resmi menandatangani perjanjian perdagangan bebas itu di Chile, Kamis (8/3/2018).
Para menteri negara yang terlibat menyerukan agar pakta tersebut langsung dikirimkan ke parlemen masing-masing negara dalam beberapa pekan ke depan. Hal itu dilakukan agar isi perjanjian dapat diimplementasikan akhir tahun ini.
Adapun kesebelas negara itu adalah Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam.
Menteri Perdagangan Australia Steven Ciobo menyambut baik kesepakatan itu dan mengatakan bahwa perjanjian itu sangat bagus untuk perdagangan.
“Bersama-sama kami mengakui perdagangan sangat baik untuk pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, dan mencapai kemakmuran,” katanya, seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (9/3/2018).
Seluruh negara anggota memuji perjanjian dagang baru yang kini disebut sebagai Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership) itu. Nama baru itu dipilih seiring dengan komitmen mereka untuk tetap menjalin hubungan perdagangan bebas setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk membawa keluar dari perjanjian tersebut.
Perjanjian dagang yang mencakup 13% kekuatan ekonomi dunia itu harus melalui sejumlah ratiikasi. Pakta baru ini juga menghilangkan 20 ketetapan dari perjanjian awal, yang banyak membahas mengenai hak kekayaan intelektual.
Menteri Luar Negeri Chile Heraldo Munoz menyatakan bahwa sejak perjanjian itu ditandatangani, kehidupan perdagangan bebas telah dihidupkan.
“Meskipun ada tekanan proteksionisme yang akan berujung pada perang dagang, tapi tidak ada yang menginginkan hal itu terjadi,” tuturnya.
Untuk diketahui, kekhawatiran terhadap aksi proteksionis Negeri Paman Sam tetap tumbuh di tengah-tengah proses penandatanganan ini. Pasalnya, Trump juga telah meresmikan tarif baru untuk impor baja dan aluminiumnya di hari yang sama.
Seperti diketahui, tarif impor itu dapat memicu aksi pembalasan dari negara-negara sekutu AS.