Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LAYANAN FINTECH: Antara Regulasi & Perkembangan Teknologi

Dalam pertemuan tahunan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2018 yang berlangsung pada pertengahan Januari 2018, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mencermati satu isu yang berkembang belakangan ini.
Financial Technology (Fintech)/channelasia
Financial Technology (Fintech)/channelasia

Kabar24.com, JAKARTA — Dalam pertemuan tahunan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2018 yang berlangsung pada pertengahan Januari 2018, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mencermati satu isu yang berkembang belakangan ini.

Satu yang dicermati PPATK yakni semakin berkembangnya layanan keuangan berbasis teknologi atau financial technology (fintech). Jasa fintech yang terus berkembang dan belum diimbangi regulasi yang cukup rawan penyusupan terkait pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Hal yang dicermati oleh PPATK itu berbasis pada riset yang telah dilakukan oleh lembaga itu. Apalagi, harus diakui kelompok masyarakat, komunitas, banyak memanfaatkan jasa ini. Satu yang paling mudah adalah crowdfunding atau penggalangan dana.

Praktis layanan crowdfunding ini berkembang. Masyarakat digugah hatinya untuk bisa terlibat dalam pengumpulan dana dalam berbagai kasus tertentu, misalnya membantu orang sakit, pembuatan film, dan lainnya.

Soal laporan pertanggungjawaban, ada yang terbuka namun ada juga yang tak menyampaikan transparansi dananya.

Itu baru dari satu model jasa fintech. Belum model yang lainnya, seperti layanan pinjaman seperti halnya perbankan. Semua sudah berkembang sejalan dengan dinamika dan tren di kalangan pengguna Internet saat ini.

Oleh sebab itu, hal yang perlu didorong saat ini adalah pengaturan bisnis berbasis fintech. Bagaimana pun, aktivitas keuangan seperti yang dilakukan oleh industri keuangan pada umumnya adalah jaminan keamanan.

Masyarakat sebagai pengguna jasa layanan harus dilindungi dan dijamin keamanannya dalam mengakses layanan keuangan.

Mengutip data Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech Indonesia) per September 2017, terdapat 187 layanan tekfin telah hadir di Indonesia. Jumlah itu belum termasuk dengan perusahaan rintisan atau start-up business yang tengah mempersiapkan diri sebelum beroperasi penuh.

Di satu sisi, beragam kemudahan layanan finansial, mulai dari peer-to-peer  atau fintech lending, crowdfunding, personal financial planning, hingga payment saat ini ditawarkan kepada masyarakat oleh penyedia jasa yang jumlahnya terus bertambah.

Dari jumlah itu, sekitar 39% menawarkan jasa payment, sedangkan fintech lending mencapai 26% dari total pelaku yang ada. Selebihnya, fintech menyediakan layanan jasa crowdfunding, personal financial planning dan lain-lain.

Data  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait layanan fintech lending, mencatat hingga Oktober 2017 sudah ada sekitar 201.360 peminjam (borrower) dan 132.018 pemberi pinjaman (lender) dari seluruh Indonesia.

Berdasarkan wilayahnya, borrower layanan jasa pembiayaan alternatif ini memang masih didominasi oleh pengguna dari Pulau Jawa dengan jumlah mencapai 183.144 orang.

Total pinjaman yang disalurkan pun mencapai Rp1,94 triliun atau meningkat sekitar 583,16% ketimbang realisasi pendanaan pada akhir 2016. Realisasi itu pun diperkirakan dapat bertumbuh lebih signifikan pada tahun ini, yakni mencapai Rp5 triliun.

OJK juga telah mengeluarkan Peraturan Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.

Melalui POJK tersebut seluruh industri diwajibkan untuk memiliki unit anti pencucian uang dan dana terorisme.

Aturan POJK No.77/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi  dapat membantu untuk melakukasi mitigasi risiko.

OJK menilai pengembangan startup lokal merupakan salah satu dari 10 inisiatif strategis OJK. Tahun ini, ada delapan pekerjaan yang akan dicapai oleh OJK terkait keuangan digital.

Pertama, penyusunan regulasi sebagai payung hukum. Regulasi terkait fintech pastinya akan disesuaikan dengan bagaimana kondisi fintech dan kondisi ekonomi Indonesia.

Regulasi yang ditargetkan rampung pada Maret 2018 ini diharapkan jauh lebih seimbang dan fleksibel dengan tetap mengedepankan aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen.

Kedua, OJK akan melakukan pemetaan terhadap industri jasa keuangan berbasis digital.

Ketiga, regulatory sandboxing dengan menempatkan setiap fintech yang berada di Indonesia harus melakukan pendaftaran untuk kemudian diobservasi dan diuji oleh OJK.

Melihat perkembangan lapangan yang terus berkembang dan teknologi yang terus maju, mestinya regulasi yang disiapkan tidak harus segera dituntaskan untuk menjamin kenyamanan nasabah memanfaatkan layanan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper