Kabar24.com, JAKARTA - Joko Widodo harus meluncurkan berbagai program jangka pendek sebagai stimulus ekonomi jika ingin terpilih kembali di 2019.
Direktur Program Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Berly Martawardaya mengatakan bahwa selama 2017 dia melihat ada beberapa hal terkait perekonomian yang bisa menggerus dukungan terhadap Joko Widodo.
Hal-hal tersebut meliputi pertumbuhan ekonomi yang tidak menggembirakan. Saat penyusunan APBN, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi di angka 5,3% yang kemudian direvisi menjadi 5,2% dan dia meyakini untuk mencapai 5,1% pada tahun ini pun tidak akan tercapai.
Padahal, di awal masa jabatan, Joko Widodo telah menebar janji bahwa pertumbuhan ekonomi akan mencapai 7%.
“Terasa sekali tidak memenuhi target. Buat 5,1% juga sulit,” tuturnya, dalam diskusi refleksi politik 2017 dan proyeksi 2018, Jumat (29/12/2017).
Menurutnya, pertumbuhan perekonomian yang tidak tinggi dikarenakan daya beli tumbuh lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Baca Juga
Pada 2016, konsumsi rumah tangga tumbuh di atas 5%. sektor ini menyumbang 55% GDP Indonesia.
Tahun ini, pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di kisaran 4,93% dan 4,95% dengan konsumsi retail dan alas kaki ditandai tutupnya beberapa retail besar.
“Dampak dari pertumbuhan ekonomi yang melambat adalah bertambahnya rakyat miskin yang tahun ini 6.900 orang dibandingkan tahun sebelumnya. Padahal di RPJMN dipatok 9% dan saat ini masih kurang 2,5% dari target,” tambahnya.
Untungnya menurut dia ada secercah harapan yakni naiknya peringkat investasi dan masuk ke ringkat BBB yang bermakna positif sehingga bisa memacu lebih banyak investasi di tahun depan. Hal ini menurutnya, bisa memacu pertumbuhan ekonomi sehingga mencapai kisaran 5,4% tahun depan.
“Jangan sampai tahun depan bertambah lagi rakyat miskin. Jika pertumbuhan ekonomi tidak mencapai 5,4% tahun depan, Jokowi agak sulit terpilih di 2019 karena itu jika ingin melakukan perubahan susunan kabinet pun harus pilih orang-orang yang langsung bisa bekerja,” tuturnya.
Dia juga melihat kebijakan deindustrialisasi serta pembangunan infrastruktur yang dilakukan Joko Widodo sudah tepat, namun hal tersebut tidak serta merta mendorong perekonomian dalam jangka pendek yang menjadi referensi pemilih di 2019.
“Investor mungkin akan masuk setelah 2019 ketika berbagai proyek strategis lainnya telah selesai. Investor maunya masuk setelah semua sudah beres. Jadi berbagai pembangunan saat ini akan dinikmati presiden berikutnya, jika Jokowi tidak terpilih lagi,” ungkapnya.
Karena itu, jika ingin terpilih kembali dan citra perekonomiannya menguat di mata rakyat, selain merumuskan kebijakan jangka panjang, Jokowi disarankan pula untuk menjalankan program jangka pendek guna mendorong daya beli pada 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel