Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SKL BLBI: KPK Kesulitan Hadirkan Sjamsul Nursalim

KPK kesulitan menghadirkan Sjamsul Nursalim sebagai saksi kasus penerbitan SKL BLBI.
Gedung KPK/Reuters-Crack Palinggi
Gedung KPK/Reuters-Crack Palinggi

Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kesulitan menghadirkan Sjamsul Nursalim sebagai saksi kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan kendala tersebut karena kedua saksi yang sedianya diperiksa pada Senin (6/11/2017) tinggal di Singapura yang memiliki aturan hukum tersendiri.

“Kami cari jalan keluar sesuai mekanisme kerja sama internasional, supaya mereka bisa diperiksa sebagai saksi dan perkara ini tidak tertunda,” ujarnya.

Dia mengatakan ada banyak alternatif tindakan KPK yang tengah dipertimbangkan seperti melakukan koordinasi lebih lanjut dengan orotitas Singapura atau upaya pencarian bukti lain.

Prinsipnya, menurut Febri, KPK memerlukan keterangan kedua saksi tersebut dalam penyidikan dengan tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Syarifuddin Temenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai tersangka.

Temenggung diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dalam penerbitan SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002, Temenggung pada bulan berikutnya mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk melakukan perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.

Hasil dari restrukturisasi tersebut, Rp1,1 triliun ditagihkan kepada petani tambak yang merupakan kreditor BDNI dan sisanya Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi, sehingga masih ada kewajiban obligor yang harus ditagihkan.

Akan tetapi pada April 2004, tersangka selaku Ketua BPPN mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap obligor Sjamsuk Nursalim atas semua kewajibannya kepada BPPN. Padahal saat itu masih ada kewajiban setidaknya Rp3,7 triliun.

Tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang (UU) No 31/1999 yang telah diperbaharui dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper