Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setnov Bebas, Pakar Hukum Universitas Trisakti Angkat Bicara

Kalangan akademisi mengusulkan Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan kembali Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka dugaan kasus korupsi e-KTP dengan menerbitkan surat perintah penyidikan baru.
Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang vonis praperadilan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9)./ANTARA-Reno Esnir
Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang vonis praperadilan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9)./ANTARA-Reno Esnir

Kabar24.com, JAKARTA – Kalangan akademisi mengusulkan Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan kembali Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka dugaan kasus korupsi e-KTP dengan menerbitkan surat perintah penyidikan baru.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyayangkan putusan hakim Cepi Iskandar yang mengabulkan gugatan praperadilan Novanto. Pertimbangan hakim adalah KPK tidak memenuhi hukum acara KUHAP karena alat buktinya didasarkan pada alat bukti perkara lain.

Menurut Abdul, hakim telah mengesampingkan fakta bahwa bukti-bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka masih dalam penyitaan perkara yang lain. Apalagi, perkara Novanto dengan perkara terdakwa kasus e-KTP sebelumnya memang berkaitan.

Di sisi lain, Pasal 44 UU tentang KPK menyatakan jika penyelidik telah mendapatkan dua alat bukti yang cukup maka penyelidik menyerahkan perkara kepada penyidik. Alhasil, karena sudah ada dua alat bukti maka penyidik bisa langsung menetapkan seseorang sebagai tersangka.

“Hakim telah mengingkari ketentuan ini dan mengesampingkan kenyataan bahwa perkara Novanto merupakan satu kesatuan dengan perkara dua terdakwa e-KTP sebelumnya,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/9/2017).

Abdul pun mendorong Komisi Yudisial untuk turun tangan memeriksa hakim praperadilan. Menurutnya, putusan hakim bisa disebabkan tindakan tak profesional atau bisa juga karena hakim menerima sesuatu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper