Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Siti Fadilah Supari Kaget dan Shock dengan Putusan Hakim

Siti Fadilah Supari mempertimbangkan tidak mengajukan banding terhadap vonis dalam perkara korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Kementerian Kesehatan.
Terdakwa kasus korupsi alat kesehatan Siti Fadilah Supari (tengah) menjawab pertanyaan wartawan sebelum menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/6)./Antara-Hafidz Mubarak A
Terdakwa kasus korupsi alat kesehatan Siti Fadilah Supari (tengah) menjawab pertanyaan wartawan sebelum menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/6)./Antara-Hafidz Mubarak A

Kabar24.com, JAKARTA - Siti Fadilah Supari mempertimbangkan tidak mengajukan banding terhadap vonis dalam perkara korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes)  di Kementerian Kesehatan. Mantan Menteri Kesehatan ini divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, 16 Juni 2017, karena terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 1,9 miliar.

"Kayaknya tidak (banding) ya. Saya sudah mengira bahwa begitu saya sudah melihat keanehan dari fakta-fakta persidangan dan tuntutan. Lebih kaget lagi, ketika saya berharap hakim akan memilih salah satu dari dakwaan, ternyata ini dua dakwaan," kata Siti seusai sidang.

Selain diganjar 4 tahun bui, Siti Fadilah harus membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah harus membayar uang pengganti Rp 550 juta subsider 6 bulan kurungan.

Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Siti Fadilah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 1,9 miliar subsider 1 tahun kurungan.

"Sisa uang Rp 550 juta itu segera dikembalikan Itu ketentuan negara, walaupun saya tidak sama sekali menerima. Tapi kalau tidak mengembalikan hukuman ditambah," kata Siti Fadilah yang tampak kecewa dengan putusan hakim.

"Ini Indonesia, biasanya begitu tuntutan, vonisnya dua perempat atau dua pertiga, saya sudah menduga dari awal. Saya sangat shock dan kecewa, fakta persidangan tidak dipakai. Kalau fakta persidangan dipakai tidak begini, apa gunanya sidang berkali-kali dengan biaya negarai," ungkap Siti mencurahkan argumentasinya.

Hakim menilai, Siti Fadilah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam dua kasus yaitu pertama, menyalahgunakan kewenangan dalam proyek alkes dengan menunjuk langsung PT Indofarma Global Medika Tbk. Akibatnya kerugian keukeangan negara mencapai Rp 5,783 miliar. Kerugian negara ini adalah keuntungan PT Mitra Medidua yang merupakan suplier alkes PT Indofarma.

PT Indofarma Global Medika ditunjuk Siti sebagai rekanan untuk melaksanaan pengadaan buffer stock tersebut. Direktur perusahaan itu, Ary Gunawan, datang bersama dengan Ketua Sutrisno Bachir Foundation (SBF) Nuki Syahrun yang juga adik ipar mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Sutrisno Bachir.

Nuki Syahrun kemudian menghubungi Direktur Utama PT Mitra Medidua Andi Krisnamurti yang merupakan suami Nuki, Rizaganti Syahrun, untuk menjadi suplier alkes PT Indofarma. Namun  jaksa penuntut umum menilai bahwa keuntungan PT Indofarma juga merupakan kerugian negara. Sedangkan hakim mengangap keuntungan PT Indofarma bukanlah kerugian negara.

PT Indofarma menerima pembayaran Rp 13,9 miliar setelah dikurangi pajak dari jumlah tersebut dibayar ke PT Medidua. Sehingga mendapat selisih Rp 364 juta dan PT Mitra Medidua mendapat Rp 5,783 miliar. "Selisih PT Indofarma sebesar Rp 364 juta bukan kerugian negara karena PT Indofarma adalah BUMN yang sumber keuangannya berasal dari negara. Selisih uang yang diterima PT Indofarma adalah uang negara yang ditempatkan di PT Indofarma karena keuangan negara termasuk yang ditempatkan di BUMN sesuai dengan UU Tipikor," kata hakim.

Ketua jaksa penuntut umum KPK Ali Fikri, mengatakan akan mendalami kembali laporan BPK.

"Masalah kerugian negara itu dasarnya dari laporan BPK. "Kami punya waktu 7 hari untuk pikir-pikir. Kami akan mempertimbangkan (banding).”

Dalam dakwaan kedua, Siti Fadilah dinilai menerima suap sebesar Rp 1,9 miliar karena telah menyetujui revisi anggaran untuk kegiatan pengadaan alkes I serta memperbolehkan PT Graha Ismaya sebagai penyalur pengadaan alat tersebut.

Suap itu berupa Mandiri Traveller Cheque (MTC) sejumlah 20 lembar senilai total Rp 500 juta dari Sri Rahayu Wahyuningsih selaku manager Institusi PT Indofarma Tbk dan dari Rustam Syarifudin Pakaya selaku Kepala Pusat Penanggulangan Krisis atau PPK Depkes yang diperoleh dari Dirut PT Graha Ismaya Masrizal sejumlah Rp 1,4 miliar juga berupa MTC. Sehingga total yang diterima Siti Fadilah Supari Rp 1,9 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper