Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Sektor Publik Mulai Alihkan Tujuan Investasinya

Investor sektor publik diperkirakan akan meningkatkan eksposurnya menuju proyek real estat, infrastruktur, energi terbarukan, dan obligasi hijau. Sementara itu kelompok tersebut akan mengurangi kepemilikannya di obligasi pemerintah dengan yield rendah.
Ilustrasi investasi/coastalinvestment.ae
Ilustrasi investasi/coastalinvestment.ae

Bisnis.com, JAKARTA— Investor sektor publik diperkirakan akan meningkatkan eksposurnya menuju proyek real estat, infrastruktur, energi terbarukan, dan obligasi hijau. Sementara itu kelompok tersebut akan mengurangi kepemilikannya di obligasi pemerintah dengan yield rendah.

Hal tersebut tercermin dalam survey yang dilakukan oleh Forum Lembaga Moneter dan Lembaga Keuangan (OMFIF) kepada  pejabat investasi di 31 institusi sektor publik dengan aset gabungan yang dikelola mencapai US$4,21 triliun.

Survei tersebut menyebutkan, dengan imbal hasil rendah atau bahkan negatif dari pendapatan tetap yang ditambah dengan volatilitas di pasar ekuitas, terjadi peningkatan minat terhadap aset tidak likuid. Pasalnya jenis aset itu dinilai memberikan hasil yang relatif menjanjikan dan dapat diprediksi.

OMFIF menyebutkan sekitar 24% responden berencana untuk meningkatkan kepemilikannya di sektor real estat dalam 12 bulan ke depan. Sementara itu 37% lainnya ingin meningkatkan investasinya di infrastruktur.

“Sementara itu 26% responden berencana untuk mengurangi alokasinya pada  obligasi milik pemerintah,” tulis laporan itu, seperti dikutip dari Reuters (12/6/2017)

Menurut para responden, berkurangnya alokasi ke obligasi pemerintah disebabkan oleh tingkat yield yang cenderung rendah. Hal itu dibuktikan dengan pendapat dari 15,4% responden. Sementara itu, di atas faktor tersebut, 16,2% responden menyebutkan risiko geopolitik juga sebagai salah satu alasan yang memengaruhi penurunan minat ke obligasi pemerintah.

Risiko geopolitik yang dimaksud oleh para responden itu a.l. kekhawatiran akan krisis baru di Uni Eropa dan Brexit. Selain itu ada pula kekhawatiran tentang arah kebijakan AS di bawah Presiden Donald Trump, terutama di sektor perdagangan.

Di sisi lain, survei tersebut juga mencatat meningkatnya minat pada obligasi hijau, dengan 38% berencana untuk membeli lebih banyak produk investasi itu. Sementara itu 35% lainnya ingin meningkatkan eksposur mereka terhadap energi terbarukan.

"Investor yang paling antusias dalam aset-aset tersebut adalah bank sentral dan dana pensiun dari Amerika Utara dan Eropa," tulis OMFIF.

Pasalnya investasi di sektor itu adalah salah satu cara bagi investor untuk mencapai tingkat pengembalian yang tinggi sembari memenuhi persyaratan rendah karbon.

Terpisah, OMFIF juga melaporkan Bank Sentral China (PBOC) saat ini masih menjadi pemegang aset terbesar di dunia, meski telah mengalami penurunan sebesar 9% per tahun, atau US$307 miliar menjadi US$3,097 triliun.

Sementara itu Otoritas Moneter Arab Saudi harus terlempar dari posisi 10 besar dan jatuh ke posisi 11 setelah melepas cadangan devisanya hingga  US$ 76,3 miliar pada 2016. Akibatnya jumlah aset yang tersisa saat ini mencapai US$539 miliar.

Adapun, total kepemilikan emas resmi di dunia naik 377 ton menjadi sekitar 31.500 ton pada akhir 2016, dan menjadi tingkat tertinggi sejak 1999. Bank Sentral Rusia, China dan Kazakhstan menjadi pembeli terbesar emas. Jerman tetap menjadi pemegang emas terbesar kedua setelah Amerika Serikat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper