Kabar24.com, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara tidak mengabulkan permohonan sebagian anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terkait pengambilan sumpah Oesman Sapta Odang.
Dalam sidang yang digelar Kamis (8/6/2017, majelis yang terdiri dari Ujang Abdullah, Tri Cahya Permana Dan Nelvy Chrstin menyatakan, bahwa pemanduan sumpah yang dilakukan oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung kepada Oesman Sapta Odang tidak termasuk aktivitas badan administrasi pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 Undang-undang (UU) Administrasi Pemerintah.
Dengan demikian, tindakan itu tidak dapat dijadikan objek sengketa, karena hanya merupakan seremonial ketatanegaraan.
"Hal ini sejalan dengan pandangannya saksi ahli termohon [Mahkamah Agung] yakni Yusril Ihza Mahendra dan Margarito," papar majelis hakim dalam putusannya.
Atas dasar itu, majelis hakim memutuskan, bahwa permohonan para pemohon, yakni Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas cs tidak dapat diterima dan mereka diwajibkan membayar biaya perkara Rp386.000.
Kuasa hukum pemohon, Irmanputra Sidin mengatakan, bahwa sebenarnya dalam keterangan Yusril Ihza Mahendra yang dijadikan patokan majelis hakim, terdapat keterangan bawmhwa pemanduan sumpah yang dilakukan oleh Wakil Ketua MA memiliki akibat hukum. Tetapi, hal itu menurutnya tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim.
Baca Juga
"Majelis ingin bebaskan MA dari tanggung jawab pemanduan sumpah dengan mengatakan in bukan objek padahal semua fakta persidangan menyatakan pemanduan itu yang menentujan sah tidaknya,” kata Irmansaputra.
Seperti diketahui, kekisruhan mengenai jabatan pimpinan DPD bermula ketika munculnya Peraturan DPD No.1/2016 dan No.1 2017 yang juga mengatur perihal masa jabatan pimpinan lembaga tersebut dari lima tahun menjadi 2,5 tahun yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Meski demikian, sebagian anggota DPD bersikeras tetap melakukan pemilihan pimpinan baru, sehingga menetapkan Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD.
Sikap inilah yang dinilai oleh sebagian anggota DPD lainnya sebagai pemilihan yang tidak sah.