Jakarta menjadi satu dari sejumlah kota di Tanah Air, yang menikmati sebagian pendapatan dari pungutan parkir pascaimplementasi sistem meter parkir di beberapa titik, belakangan ini. Sistem parkir yang juga disebut sebagai terminal parkir elektronik ini sudah mulai digunakan di Indonesia pada Desember 2013.
Hingga kini, parkir meter sudah diimplementasi di kota-kota besar di antaranya Jakarta, Bandung, dan Palembang. Wajar jika Unit Pengelola Perparkiran DKI Jakarta mengklaim berhasil menerapkan sistem parkir elektronik di sejumlah titik di Jakarta. Salah satu di antaranya sistem perparkiran yang diterapkan di Kawasan Boulevard Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Tiodor Sianturi, Kepala Unit Pengelola Perparkiran DKI Jakarta, mengatakan keberhasilan sistem parkir elektronik bisa diukur dari jumlah pendapatan parkir per hari yang meningkat drastis. “Misalnya di Boulevard, Kelapa Gading. Sebelum diadakan mesin parkir elektronik pendapatan parkir per hari hanya sekitar Rp5 juta—Rp7 juta,” ujarnya, kepada Bisnis, Selasa (30/5/2017).
Kini, meskipun tengah mengalami penurunan penerimaan sebesar 20% sebagai imbas dari proyek pembangunan jalur light rail transit (LRT) Velodrome—Kelapa Gading, namun pendapatan parkir di kawasan tersebut diklaim telah meningkat hingga mencapai Rp50 juta per hari. Wajar jika sistem pembayaran parkir tepi jalan (on-street parking) dengan parkir meter di kawasan tersebut tergolong satu cerita sukses tentang bagaimana daerah mengelola parkir. Apalagi jika menilik sejarah, bahwa sistem parkir elektronik baru benar-benar mulai diterapkan di Jakarta pada 2014.
Berdasarkan catatan UP Perparkiran DKI, pada tahap pertama, pengaplikasian sistem parkir meter diterapkan di Jl. Agus Salim Kawasan Sabang, Jl. Boulevard Kelapa Gading dan Jl. Falatehan. Di tahap kedua, sistem parkir elektronik mulai tersebar ke lima wilayah Jakarta. Perluasannya menjangkau Jl. Pinangsia Raya, Jl. Juanda Raya, Jl. Melawai 13 dan Jl. Pluit Sakti Raya.
Hingga saat ini mesin parkir elektronik yang sudah beroperasi di lima wilayah DKI Jakarta setidaknya berjumlah 322 unit, termasuk 111 unit pada tahap pertama di tahun 2014 yang pengadaannya berasal dari sistem kerjasama operasional. Sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 179/2013 tentang Tarif Layanan Parkir, diberlakukan tarif parkir progresif untuk kendaraan roda empat sebesar Rp5.000 dan kendaraan roda dua Rp2.000.
Sistem parkir elektronik ini bertujuan untuk mendorong masyarakat urban khususnya warga DKI agar mau beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Pengalihan ini pastinya berpengaruh pada kepadatan lalu lintas ibukota. Menurut Tiodor respons warga masyarakat DKI sangat positif meskipun masih ada beberapa kesulitan khususnya dari pengendara motor. Pasalnya pengendara motor kesulitan dalam kepemilikan kartu yang harganya Rp40.000.
Di sisi lain, sistem parkir elektronik ini justru disambut baik oleh petugas parkir. "Mereka puluhan tahun kerja tanpa jaminan dan upahnya harian. Sekarang mereka digaji dengan standar upah minim provinsi [UMP]. Mereka juga diberikan fasilitas Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial [BPJS] dan tunjangan hari raya [THR]."
Saat ini UP Perparkiran DKI Jakarta lebih memilih untuk fokus pada relokasi mesin terminal parkir elektronik (TPE) dari lokasi yang kurang cocok daripada melakukan perluasan aplikasi sistem parkir elektronik. "Rencananya sudah kita anggarkan penambahan 20 unit--25 unit. Tetapi saat ini kami belum laksanakan penyediaannya karena kami masih fokus untuk menyelesaikan lebih dulu lokasi-lokasinya. Yang tidak pas misalnya Jl. Gajah Mada itu masih ada [marka jalan] letter P coret," kata Tiodor.
Selain kendala lokasi yang kurang cocok untuk pengadaan sistem parkir elektronik, Tiodor mengungkapkan kendala lain adalah akses pengendara motor untuk kepemilikan kartu pembayaran. Sebagai solusi sementara adalah pembayaran tunai melalui petugas parkir yang sudah dibekali kartu. Kartu ini sendiri sudah diterbitkan banyak bank.
"Bagi pengendara motor yang tidak punya kartu bisa dibantu petugas parkir untuk membayar tarif sesuai lamanya mereka parkir," kata Tiodor.
Namun Ia berharap nantinya pengendara motor juga bisa memiliki kartu pembayaran pribadi. Menurut Tiodor kartu pembayaran tersebut tidak hanya dapat digunakan pada mesin TPE tetapi juga sebagai alat pembayaran pada transportasi umum seperti Transjakarta dan Commuter Line. Di tataran global, sistem parkir meter ini sudah dimulai di Amerika Serikat pada 1935. Sejumlah kota di banyak negara maju telah memanfaatkan sistem parkir elektronik.
HINDARI KEBOCORAN
Salah satu manfaat penerapan parkir meter adalah mencegah kebocoran dari penerimaan parkir, terutama ke pihak-pihak oknum yang tidak berwenang.
Penerapan parkir meter yang pada praktiknya tidak melibatkan uang tunai dan melibatkan semua sumber daya yang telah terdaftar resmi memungkinkan monitoring atas kinerjanya.
Secara rinci, penerimaan dari perparkiran dapat dimonitor langsung oleh pihak administratur pemerintahan daerah yang diberikan wewenang secara terpusat. Dengan demikian, secara real time, di lokasi manapun dan pada saat kapanpun, sistem perparkiran elektronik yang terhubung secara online ini memungkinkan pengendalian dan pengawasan pendapatan dengan sangat akurat dan praktis.
Di sisi lain, pemda juga diberi kemudahan untuk sistem pelaporan yang akuntabel kepada publik. Inilah era baru perubahan sosial di lingkup perkotaan, dari sisi pihak pengendara maupun pengelola parkir.