Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Incar Aset Sjamsul Nursalim

Komisi Pemberantasan Korupsi berencana melakukan penelusuran aset Sjamsul Nursalim yang diduga berkaitan erat dengan pemberian obligasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya untuk mengembalikan harta kekayaan negara atau sering disebut asset recovery.
Juru bicara KPK Febri Diansyah/Antara-Reno Esnir
Juru bicara KPK Febri Diansyah/Antara-Reno Esnir

Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi berencana melakukan penelusuran aset Sjamsul Nursalim yang diduga berkaitan erat dengan pemberian obligasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya untuk mengembalikan harta kekayaan negara atau sering disebut asset recovery.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan KPK tengah mempetimbangkan untuk menerapkan ketentuan pidana korporasi sebagaimana termuat dalam Undang-undang (UU) No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang juga diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 13/2016.

“Penerapan pidana korporasi ini merupaakn strategi untuk memaksimalkan pengembalian aset,” ujarnya, Selasa (16/5/2017).

Dia mengatakan untuk memaksimalkan pengembalian kekayaan negara, KPK akan menyasar pihak-pihak yang diuntungkan oleh penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BPPN untuk BDNI yang saat itu saham mayoritasnya dikuasai Sjamsul Nursalim.

Tentu saja, nama yang terakhir itulah yang menjadi target utama dalam upaya memaksimalkan pengembalian kekayaan negara dengan mengendus asetnya yang berkaitan dengan BLBI, baik yang mengatasnamakan pribadi dan bisa jadi yang telah berbentuk perusahaan di dalam maupun di luar negeri.

Jika perusahaan milik Sjamsul bertalian erat dengan BLBI maka KPK akan menggunakan pasal pidana korporasi.

“Jika aset tersebut berada di Indonesia maka proses penelurusan akan dilakukan menurut hukum di Indonesia namun jika asetnya berada di luar negeri KPK akan menggunakan mekanisme kerja sama internasional sebagaimana tertuang dalam konvensi PBB melawan korupsi,” tuturnya.

Terkait proses penyidikan dengan tersangka Syafruddin Temenggung, pekan lalu sejak 8-11 Mei 2017, penyidik melakukan penyitaan beberapa dokumen perjanjian kerja sama pada sebuah kantor notaris di Lampung yang berkaitan erat dengan penempatan aset pertambakan Dipasena sebagai jaminan ke BDNI.

Selain itu, paparnya, penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap 22 saksi yang merupakan petani tambak untuk mengetahui secara lebih detail tentang proses kontrak dan pinjaman ke BDNI beserta proses pengembalian pinjaman tersebut.

Seperti diketahui, BDNI menyerahkan aset pertambakan Dipasena ke BPPN sebagai bagian dari upaya restrukturisasi BLBI yang menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bernilai Rp1,1 triliun.

Selain itu, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap Stevanus Eka Dasawarsa yang pernah menjadi pelaksana tugas Deputi Asset Management Investment (AMI) untuk memperdalam informasi tentang tugasnya yang berkaitan dengan BDNI.

Temenggung diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dalam penerbitan surat keterangan lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Dia menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002, pada bulan berikutnya mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk melakukan perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.

Hasil dari restrukturisasi tersebut, Rp1,1 triliun ditagihkan kepada petani tambak yang merupakan kreditor BDNI dan sisanya Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi sehingga masih ada kewajiban obligor yang harus ditagihkan.

Akan tetapi pada April 2004, tersangka selaku Ketua BPPN mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap obligor Sjamsul Nursalim atas semua kewajibannya kepada BPPN. Padahal saat itu masih ada kewajiban setidaknya Rp3,7 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper