Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korupsi KTP-E : Hanura Tolak Usul Hak Angket

Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang menegaskan partainya menolak hak angket kasus dugaan korupsi KTP Elektronik yang diusulkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah karena lebih baik diselesaikan dalam proses hukum.
Oesman Sapta Odang/Antara
Oesman Sapta Odang/Antara

Kabar24.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang menegaskan partainya menolak hak angket kasus dugaan korupsi KTP Elektronik yang diusulkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah karena lebih baik diselesaikan dalam proses hukum.

"Tidak perlu ada hak angket, ikuti saja prosedur hukum," katanya di Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Dijelaskan, dalam proses hukum dugaan korupsi proyek KTP-E, sudah ada penegak hukum yang menanganinya mulai dari awal hingga saat ini yang sedang disidangkan di pengadilan.

Karena itu, dia meminta, agar prosesnya dijalankan tetap dalam ranah hukum yang masih berjalan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sudah ada penegak hukum yang menangani kasus tersebut, kok malah di DPR ingin menggulirkan hak angket," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menjelaskan alasan dirinya mengusulkan penggunaan angket kasus KTP –E yang menyeret sejumlah pejabat negara, petinggi partai politik dan anggota-anggota dewan.

Fahri mengungkapkan hak angket dibutuhkan untuk menggali keterangan soal kronologis masuknya nama-nama tokoh politik dalam berkas dakwaan dua mantan pejabat Kemendagri.

Menurut saya itu perlu ada klarifikasi terbuka, yaitu tentang bagaimana caranya nama-nama itu masuk dalam list dan apa yang sebetulnya terjadi di masa lalu," kata Fahri di Jakarta, Senin.

Fahri melihat kasus KTP-E tergolong unik dan tidak yakin korupsi sebesar Rp2,3 triliun itu merupakan hasil "kongkalikong" antara anggota-anggota DPR dan pemerintah.

Dia menilai munculnya korupsi penambahan anggaran proyek e-KTP terjadi saat anggota DPR dan Menteri Dalam Negeri periode lalu Gawaman Fauzi sama-sama baru dilantik.

Karena yang unik di kasus ini kan kasusnya terjadi persis setelah anggota DPR periode lalu dilantik. APBN-P sebetulnya. Mulainya November 2009, artinya anggota DPR periode lalu persis pada awal dilantik dan bisa dibilang Pak Gamawan juga baru dilantik," katanya.

Dia mengaku heran bagaimana Gamawan dan anggota-anggota DPR bisa membuat kesepakatan bersama untuk melakukan korupsi dengan mengatur penambahan anggaran KTP-E menjadi Rp5,9 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper