Kabar24.com, JAKARTA -- Turunnya nilai keekonomian temuan Obat dan Makanan ilegal di Indonesia dari 222,520 miliar rupiah pada tahun 2015 menjadi 209,615 miliar pada tahun 2016, tidak menunjukkan menurunnya tingkat kejahatan di bidang Obat dan Makanan.
Hasil analisis Badan POM justru menunjukkan bahwa kejahatan di bidang Obat dan Makanan semakin berkembang menggunakan modus baru yang mampu menyasar berbagai aspek, sehingga menciptakan dampak negatif secara masif baik langsung maupun jangka panjang terhadap aspek kesehatan, ekonomi, hingga sosial masyarakat.
Selama 2015 Badan POM menangani 211 perkara tindak pidana pelanggaran di bidang Obat dan Makanan, dimana 18 diantaranya telah mendapat putusan pengadilan.
Putusan tertinggi adalah pidana penjara 2,5 tahun bagi pelaku yang mengedarkan kosmetik tanpa izin edar/ilegal di Serang, serta penjara 4 bulan 15 hari dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan bagi pelaku yang mengedarkan obat tradisional (OT) ilegal di Makassar.
Sementara tahun 2016, Badan POM menangani 205 perkara tindak pidana pelanggaran di bidang Obat dan Makanan, dimana 29 diantaranya telah mendapat putusan pengadilan.
Potensi ancaman kejahatan Obat dan Makanan di samping berdampak negatif terhadap kesehatan, juga berdampak terhadap ekonomi negara akibat hilangnya pemasukan pajak dan bea masuk serta menekan daya saing dunia usaha.
Lebih jauh, potensi ini dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat termasuk ketahanan bangsa bila tidak dilakukan langkah antisipasi.
Dalam keterangan tertulis, Rabu (15/3/2017), Badan POM terus meningkatkan sinergi dengan semua pemangku kepentingan lainnya, utamanya dengan aparat penegak hukum seperti Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung.
Setelah menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan Kepolisian RI pada tahun 2016 lalu, tahun ini Badan POM menandatangani Nota Kesepakatan dengan Kejaksaan RI terkait Kerja Sama Dan Koordinasi Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi.
“Dengan adanya kesepakatan bersama ini, penanganan tindak pidana Obat dan Makanan dikategorikan sebagai Perkara Penting (PK-Ting)”, tegas Kepala Badan POM, Penny K. Lukito.