Kabar24.com, JAKARTA-- Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M. Iriawan mendorong terealisasinya kerjasama antara Polda Metro Jaya, khususnya Direktorat Reserse Narkoba, dengan Kejaksaan dalam hal penanganan sitaan aset hasil kejahatan narkotika.
Menurut Iriawan, kerja sama seperti ini telah terjalin antara Badan Narkotika Nasional dengan Kejaksaan di mana hasil rampasan aset bukti kejahatan narkoba bisa dimanfaatkan untuk mendanai operasi pemberantasan narkoba.
"Kemarin, saya menyimak, Kepala BNN kerja sama dengan Kejaksaan di mana hasil rampasan aset bisa dimanfaatkan. Nah, ini kita belum. Pak Kajati, ini kita bisa enggak melakukan ini? Hasil rampasan asetnya dimanfaatkan untuk pemberantasan narkoba kembali. Kalau BNN sudah dengan Kejaksaan Agung. Kita tinggal mengadopsi saja bikin MoU," Kata Iriawan dalam acara pemusnahan barang bukti narkoba di Mapolda Metro Jaya, Kamis (2/3/2017).
Menurut Iriawan, sejumlah aset yang disita sebagai barang bukti kejahatan narkotika tersebut bisa dikonversikan ke dalam rupiah, di mana hasilnya bisa dipergunakan untuk mendanai kegiatan operasional pemberantasan narkoba.
Menurut Iriawan, dana yang tersedia saat ini masih kurang karena kejahatan peredaran narkoba merupakan sebuah tindakan yang tidak pernah ada habisnya didorong oleh keuntungan yang menggiurkan. Oleh karena itu, dana yang dibutuhkan pun harus berkesinambungan.
Sebagai contoh, menurutnya, Polda Metro Jaya hingga saat ini belum memiliki insinerator, alat yang digunakan untuk memberantas narkoba dengan pemanfaatan suhu yang sangat tinggi. Padahal, barang ini sangat dibutuhkan dalam kegiatan pemusnahan barang bukti narkoba. Pemusnahan sangat dibutuhkan guna mencegah tindak penyimpangan atas barang bukti yang disimpan serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian Indonesia, khususnya di Polda Metro Jaya.
Selain itu, dana hasil konversi bukti kejahatan narkoba juga bisa dialokasikan untuk menyokong kegiatan lain yang berhubungan dengan pemberantasan peredaran narkoba seperti pembelian kapal untuk menjaga wilayah perairan yang kerap menjadi pintu masuk barang haram tersebut.
Seperti telah disebutkan berulang kali, garis pantai di Indonesia yang terbilang sangat panjang serta maraknya pelabuhan-pelabuhan kecil apalagi yang tak terawasi, juga transfer barang di tengah laut mempersulit kinerja polisi dan pihak bea cukai dalam pengawasan peredaran narkotika.
"Jadi kalau ada aset-aset yang bisa kita sita, harta negara, terus dikompensasi untuk kepentingan penanggulangan narkoba alangkah baiknya. Saya ingin punya juga nih alat-alat penghancur barang bukti ini, kita kan belum punya. Kita tanya ternyata harganya cukup mahal. Kan bisa dipakai untuk operasional lainnya, bisa beli kapal untuk pencegatan di perairan-perairan. Mungkin itu salah satunya," tambahnya.
Sementara itu, ketika ditanyai kemungkinan terjadinya penyelewengan dana jika kerja sama ini bernar-bernar terealisasi, Iriawan menyebutkan masyarakat tidak perlu khawatir. Pasalnya, dana tersebut merupakan uang negara dan akan ada pertanggungjawaban keuangan dalam penggunaannya. Jika kedapatan terjadi korupsi dalam penggunaan dana ini, pihaknya siap menindak.
"Enggak mungkinlah [diselewengkan]. Uangnya kan masuk ke negara, jadi untuk beli apa jelas, beli ini ada keluar berapa, ada Perwabkunya [pertanggungjawaban keuangan]. Kalau saya senangnya bisa beli ini [insinerator], bisa kita manfaatkan ya. Jadi, kita tidak usah meminjam dari BNN. Ini penting untuk dimusnahkan, barang diapikan di sini. Alangkah baiknya kalau kita punya. Masa Polda Metro tidak punya sebesar ini," katanya.
Sementara itu, Kabid Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta AKBP Maria Sorlury membenarnkan program konversi aset hasil sitaan dari kejahatan narkotika. Menurut Maria, program ini telah dilaksanakan oleh pihaknya. Saat ini, terdapat sebuah rumah di wilayah Pantai Indah Kapuk yang akan dilelang dan uangnya akan dikembalikan kepada BNN untuk digunakan dalam pengungkapan kasus narkoba berikutnya.
"Jadi, hasil yang dirampas oleh negara itu akan dikembalikan kepada BNN sehingga BNN mendapatkan hasil dari situ untuk digunakan untuk pengungkapan kasus berikutnya. Sudah mulai, rumah yang ada di PIK harganya seharusnya Rp27 miliar sekarang dilelang oleh negara menjadi Rp10 miliar. Ini masih taraf pelelangan dan belum laku. Seandainya laku itu akan diberikan kepada BNN untuk mendukung operasional selanjutnya," ceritanya.