Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah bersiap menyambut 1.500 orang delegasi Arab Saudi pimpinan Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud awal Maret mendatang.
Bagi Indonesia, inilah kunjungan kenegaraan terbesar dalam sejarah Republik. Namun, bagi Raja Salman iringan ribuan orang dalam lawatannnya ke luar negeri adalah hal yang biasa.
Harta dan usia nampaknya memang bukan masalah bagi Raja Arab Saudi ke-7 ini. Pada umurnya yang sudah menginjak 81 tahun, Sang Raja masih gemar melancong ke berbagai belahan dunia.
Pada Agustus 2015, Raja Salman memboyong 1.000 orang terdekatnya ke Perancis Selatan untuk berlibur. Rencananya ia akan menikmati Pantai Riviera, Vallauris selama tiga minggu. Otoritas setempat bahkan sampai harus menutup pantai tersebut untuk umum demi kenyamanan Sang Raja.
Liburan ini sempat menuai kontroversi. Seperti dikutip dari Reuters, sekitar 15.000 penduduk lokal memprotes privatisasi pantai. Liburan tiga minggu Raja Salman pun harus dipangkas menjadi beberapa hari saja.
Hanya berselang 1 bulan kemudian, ia kembali memboyong rombongan besar untuk menemaninya bertemu Presiden Barrack Obama di Washington D.C. Sebagai akomodasi, rombongan raja menyewa seluruh 222 kamar di hotel mewah Four Season selama 3 hari. Padahal, tarif kamar hotel tersebut tidak kurang dari US$2.000 per malam. Ia juga merental tidak kurang dari 500 mobil mewah sebagai sarana transportasi.
Hal serupa kembali dilakukannya saat menghadiri pertemuan G20 di Turki, November 2015. Sang Raja ditemani 1.000 orang dan menyewa seluruh kamar di hotel Mardan Palace, yang dikenal sebagai penginapan paling mahal di Eropa.
Aksi hambur-hambur uang Raja Salman memang ditopang oleh kekayaaannya yang melimpah. Forbes melangsir total kekayaan Kerajaan Arab Saudi mencapai US$1,4 triliun, khusus milik Raja Salman setidaknya US$17 miliar.
Awal tahun ini, giliran kawasan Asia yang menjadi destinasi Sang Raja. Tur keliling Asia ini akan dilakukan 31 hari non-stop. Rombongan memulai lawatannya ke negeri Jiran Malaysia sebelum bertandang ke Indonesia pada 1-9 Maret mendatang. China dan Jepang menjadi destinasi selanjutnya sebelum mengakhirinya dengan menikmati jajaran pantai-pantai eksotis Maldives.
Kunjungan Raja Salman ke Tanah Air tidak terlepas dari lawatan Presiden Jokowi September 2015 silam. Kala itu, pihak Istana nampaknya terkesan dengan penyambutan tuan rumah Arab Saudi. Selain disambut langsung oleh Raja Salman di depan pintu pesawat, Jokowi juga diberikan bintang penghargaan tertinggi dari Kerajaan Saudi.
Sambutan ramah inilah yang rupanya hendak dibalas oleh Pemerintah Indonesia.
Bagi hubungan kedua negara, kunjungan Raja Salman ke Indonesia punya makna penting. Kunjungan terakhir penguasa Arab Saudi ke Tanah Air dilakukan oleh Raja Faisal 47 tahun lalu. “Kunjungan ini sangat strategis dan prestasi tersendiri karena berhasil menarik perhatian Arab Saudi,” tutur Andi Faisal Bhakti, Guru Besar Komunikasi Internasional Universitas Islam Negeri Jakarta kepada Bisnis.
Seperti kunjungan-kunjungan sebelumnya, Raja Salman juga akan memboyong ribuan orang untuk menemaninya. Tidak kurang dari 1.500 orang, termasuk 10 menteri dan 25 pangeran, turut ambil bagian. Apalagi kunjungan ini bukan hanya dimaksudkan sebagai lawatan resmi, tetapi juga aktivitas pelesir di Pulau Bali.
Ketua Bali Hotel Association (BHA) Ricky Putra menyatakan telah menyiapkan 3 hotel di Nusa Dua sebagai akomodasi rombongan raja. Kendati demikian, dia menolak mengungkapkan hotel yang dimaksud dengan alasan keamanan.
Sebagai sarana transportasi, rombongan raja sudah menyewa sedikitnya 100 mobil Toyota Alphard. “Sepertinya jumlah yang disewa masih akan bertambah,” tutur Ketut Ardana, Ketua DPD Asosiasi Travel Agent (Asita) Bali kepada Bisnis, Jumat (24/2).
Hubungan Strategis
Kendati lebih banyak menghabiskan waktu untuk berpelesir, bukan berarti kunjungan Raja Salman kurang bermakna. Salah satu agenda penting yang akan dihadiri Raja Salman adalah peresmian kerja sama antara PT Pertamina (Persero) dan Saudi Aramco senilai US$6 miliar guna ekspansi kilang Cilacap.
Andi Faisal Bhakti menuturkan pemerintah harus bisa memanfaatkan kunjungan Raja Salman sebaik mungkin. Jika sukses merayu raja, peluang bisnis juga akan berdatangan dari negara kawasan Timur Tengah lainnya.
Dalam kacamata geopolitik, kunjungan Raja Salman juga bermakna penting dalam percaturan politik global. Andi menjelaskan saat ini arus ideologi yang dibawa oleh Presiden baru Amerika Serikat Donald Trump cukup meniupkan kekhawatiran di ranah internasiona. “Hubungan erat Arab Saudi-Indonesia menjadi poros penting untuk menahan pemahaman Trump yang sectarian dan cenderung rasis,” tuturnya.
Bagi Arab Saudi, Indonesia juga merupakan partner penting. Menurut Andi, dalam lingkup Asia Tenggara Indonesia masih dipandang sebagai pemimpin dengan jumlah penduduk, luas wilayah, dan pengaruhnya yang signifikan. Hal ini masih ditambah dengan fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.
Kunjungan Raja Salman ke Indonesia memang cukup membuat heboh. Barrack Obama dalam kunjungannya pada 9-10 November 2010 lalu hanya mendatangi tiga tempat di Jakarta yakni Istana Negara, Masjid Istiqlal, dan Universitas Indonesia.
Sebelum Raja Salman, sejumlah pemimpin dunia sudah lebih dahulu mengunjungi Indonesia. Nama-nama besar seperti Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, Presiden Italia Sergio Matarella, Presiden Ukraina Petro Poroshenko, Ratu Denmark Margrethe II, hingga Ratu Belanda Maxima Zooreguieta Cerrutti tercatat telah mendatangi Jokowi di Jakarta.
Dua nama lain yang tidak kalah penting tentu saja kedatangan miliarder Bill Gates dan Mark Zuckerberg. Bersama founder Facebook tersebut, Jokowi bahkan menyempatkan diri blusukan ke Pasar Tanah Abang.
Tentu saja, jangan pernah membayangkan Raja Salman akan ikut blusukan ke Tanah Abang.