Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eksekusi Hukum Cambuk Meningkat, Pemerintah Diminta Evaluasi Penerapan Qanun Aceh

Meningkatnya eksekusi hukum cambuk di Aceh dapat menjadi salah satu dasar bagi pemerintah pusat mengevaluasi Qanun Jinayat yang bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan di dalam negeri.
Ilustrasi/Istimewa
Ilustrasi/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Meningkatnya eksekusi hukum cambuk di Aceh dapat menjadi salah satu dasar bagi pemerintah pusat mengevaluasi Qanun Jinayat yang bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan di dalam negeri.

Supriyadi Eddyono, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), mengatakan praktik hukuman cambuk di Aceh terus meningkat sejak Qanun Jinayat digunakan pada 2015.

Pada 2016 tercatat Mahkamah Syariah Aceh telah memutuskan 301 putusan perkara jinayat, dengan 339 terpidana yang telah dieksekusi cambuk.

“Hingga 26 Januari 2017 saja sudah ada lima eksekusi hukuman cambuk kepada 23 orang. Dari 23 orang yang dicambuk, 21 orang terkena tuduhan kasus perjudian, dua orang lainnya dihukum dengan tuduhan khalwat, dan sisanya dengan tuduhan ikhtilat,” katanya, Minggu (5/2/2017).

Supriyadi menuturkan berjudi menjadi pelanggaran yang paling banyak dilakukan oleh para terpidana jinayat. Pada 2016 setidaknya ada 261 orang yang dicambuk karena berjudi. Kemudian ada juga masing-masing 27 orang yang dicambuk karena meminum minuman beralkohol, dan khalwat atau berdua-duaan di tempat sunyi.

Kemudian ada juga 21 orang yang dicambuk karena ikhtilat atau bercumbu, 12 orang dicambuk karena zina, dan dua orang karena pencabulan.

“Kami sangat khawatir karena hukuman cambuk yang diberikan semakin berat, karena sampai ada yang terkena 100 kali cambukan,” ujarnya.

Supriyadi pun khawatir jenis hukuman itu tidak lagi efektif untuk memberikan efek jera, tetapi bergeser kepada jenis hukuman yang bertujuan melukai tubuh. Apalagi, sistem hukum di Indonesia dengan tegas melarang menerapkan hukuman cambuk yang juga melanggar hukum internasional.

Untuk itu, pemerintah harus segera mengevaluasi penerapan Qanun Jinayat, karena pada 2014 Kementerian Dalam Negeri juga telah mengirimkan catatan mengenai substansi Qanun No. 7/2013 yang bertentangan dengan UU No. 8/1981, UU No. 31/1997, UU No. 2/2002, UU No. 16/2004, UU No. 5/2004, dan UU No. 11/2006. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lili Sunardi
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper