Bisnis.com, JAKARTA - Revisi 19 pasal dalam Undang-undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara dinilai berisiko menambah subur praktik jual beli jabatan pada instansi pusat dan daerah.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Sofian Effendy mengatakan revisi tersebut akan melumpuhkan pengawasan dan pelaksanaan sistem merit. Padahal sistem tersebut mampu melindungi dari intervensi kepentingan politik dalam pengangkatan, promosi, dan mutasi.
"Revisi tersebut tidak ada urgensinya, malah akan menyuburkan praktik jual beli jabatan lagi," kata Sofian saat jumpa pers di Gedung Binagraha, Selasa (24/1/2017).
Dia menjelaskan revisi beleid tersebut dilakukan anggota DPR untuk memberikan pintu masuk bagi tenaga honorer agar bisa diangkat langsung menjadi pegawai aparatur sipil negara. Adapun, jumlah tenaga honorer yang akan dikonversi mencapai 1,2 orang.
Menurutnya, revisi UU ASN bermuatan politis karena untuk mendapatkan dukungan partai dalam pemilu. Padahal, pengangkatan pegawai dalam jumlah besar justru berisiko menambah beban APBN dari jumlah gaji dan uang pensiun.
Pihaknya menuturkan inisiator revisi tersebut berasal dari asosiasi pemerintahan daerah bersama dengan DPR. Jual beli formasi PNS biasanya dijadikan sebagai sumber uang untuk memperkaya diri pejabat di daerah.
Salah satu bukti jual beli jabatan yakni transaksi 850 formasi yang dilakukan oleh Bupati Klaten yang sedang dalam pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Berpatokan pada transaksi yang terungkap di Klaten, diperkirakan jumlah uang yang terlibat dalam pengisian 414.313 jabatan di seluruh Indonesia mencapai Rp40 triliun.
Sofian memperkirakan jumlah kerugian negara bisa mencapai Rp120 triliun jika dihitung dari proyeksi keuntungan investasi hingga tiga kali lipat.