Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KORUPSI E-KTP: Ditemani Sekjen Golkar, Setya Novanto Penuhi Panggilan KPK

Pagi ini Setya Novanto memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.
Setya Novanto/Antara
Setya Novanto/Antara

Kabar24.com, JAKARTA - Pagi ini, Selasa (13/12/2016) Setya Novanto memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.

Setya Novanto, Ketua Umum Partai Golkan dan Ketua DPR itu, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) periode 2011-2012.

Ia datang ke gedung KPK di Jakarta, Selasa (13/12/2016), didampingi Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, Ketua Bidang Hukum dan HAM Partai Golkar Rudy Alfonso dan Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar Nurul Arifin.

Setya Novanto tidak berkomentar apapun mengenai pemeriksaannya dan langsung masuk ke ruang tunggu saksi di gedung KPK.

"Pak Setnov datang selaku ketua DPR memberikan contoh kepada masyarakat bila dipanggil penegak hukum datang harus hadir. Kemudian, Pak Setnov juga berkepentingan untuk cepat mengklarifikasi berbagai isu, kalau persoalan materi tanya penyidik nanti," kata Idrus.

Pada 2011-2012 saat proyek E-KTP berlangsung, Setya Novanto menjabat Bendahara Umum Partai Golkar sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.

Sejak KPK menangani perkara itu pada 2014, Setya Novanto belum pernah dipanggil meskipun namanya kerap dihubungkan dengan perkara itu.

Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Setya Novanto akan dikonfirmasi mengenai aliran dana proyek senilai total Rp6 triliun tersebut.

"Termasuk melakukan klarifikasi dan pendalaman informasi terkait aliran dana pada pihak-pihak tertentu," tuturnya.

Selain itu, keterangan Setya Novanto dibutuhkan untuk mengungkap proses penganggaran proyek E-KTP.

"Kasus E-KTP ini terkait proyek besar yang prosesnya dimulai dari penganggaran dan pembahasan hingga penerapan, maka peran saksi akan digali terkait itu sesuai dengan kapasitas saksi pada saat itu," tambah Febri.

Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.

Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek E-KTP dikendalikan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.

Pihak-pihak yang tampak dalam dokumen Elza, yaitu Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek E-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.

Kotak bagan "Boss Proyek E-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng senilai 500 ribu dolar AS, (2) Olly Dondo Kambe senilai 1 juta dolar AS, dan (3) Mirwan Amir senilai 500 ribu dolar AS.

Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang "Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap senilai 500 ribu dolar AS, (2) Ganjar Pranowo 500 ribu dolar AS, dan (3) Arief Wibowo 500 ribu dolar AS.

Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).

Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi E-KTP itu adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper