Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pebisnis Asing di China Makin Frustrasi, Ini Penyebabnya

Seiring dengan berakhirnya diskusi antara China-Amerika yang menggembar-gemborkan kerja sama bilateral untuk isu-isu strategis dan ekonomi, banyak pebisnis AS yang mengatakan bahwa hasil dialog tahunan tersebut tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya dalam hal menyelesaikan sengketa komersial.
Ilustrasi/www.moneyanswersallnow.com
Ilustrasi/www.moneyanswersallnow.com

Kabar24.com, BEIJING - Seiring dengan berakhirnya diskusi antara China-Amerika Serikat yang menggembar-gemborkan kerja sama bilateral untuk isu-isu strategis dan ekonomi, banyak pebisnis AS mengatakan bahwa hasil dialog tahunan tersebut tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya dalam hal menyelesaikan sengketa komersial.

Pebisnis asing di China semakin pesimistis karena beberapa hal, termasuk perlambatan ekonomi negara tersebut, dan meningkatnya kekhawatiran akan tindakan protektif dan peraturan yang diperkirakan akan mempersulit operasi di China.

Kekhawatiran para pebisnis tersebut juga mencakup rancangan peraturan untuk industri asuransi dan perbankan China, serta hukum keamanan cyber yang masih tertunda. Para pebisnis mengatakan, hal-hal tersebut berpotensi membatasi penjualan  perusahaan asing guna mendukung pesaing domestik.

Program Made in China 2025 juga menyerukan peningkatan komponen dalam negeri progresif di beberapa sektor seperti teknologi informasi dan robotik. Janji Presiden Xi Jinping untuk meningkatkan dukungan pemerintah bagi perusahaan teknologi juga membuat khawatir provider asing.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei mengatakan bahwa China akan sungguh-sungguh memberlakukan sejumlah konsensus penting yang dihasilkan dalam diskusi tersebut. Namun, banyak pebisnis AS merasa pembicaraan tersebut sama seperti sebelumnya, hanya menghasilkan janji-janji ketimbang mendorong reformasi pasar.

“Semakin sering, ketika komitmen telah dibuat tetapi tidak selalu ditaati,” kata Jeremie Waterman, Direktur Eksekutif Kamar Dagang Amerika untuk China seperti dikutip dari Reuters, Rabu (8/6/2016).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper