Berdasarkan situs charge.org yang merupakan wadah petisi terbuka dalam jaringan atau daring (online), hanya sekitar 23.000 netizen menolak wacana revisi UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Penolakan terutama terkait konteks revisi persyaratan calon independen, yakni menaikkan persentase jumlah pendukung.
Seorang pengguna internet bernama Caesar Sutiono memulai sebuah petisi di laman Change.org. Hingga Jumat (18/3/2016) pukul 17.00 WIB, petisi berjudul Menolak wacana revisi UU Pilkada untuk menaikkan persyaratan calon independen itu sudah mendapatkan lebih dari 23.000 lebih dukungan tanda tangan dan terus bertambah.
Menurut Caesar, petisi ini dibuat untuk menolak wacana revisi UU Pilkada, mengingat tidak adanya urgensi untuk merevisi UU tersebut. "Sangat diharapkan Komisi II DPR RI dapat dengan sungguh-sungguh mendengarkan suara rakyat dan berpikir ulang mengenai wacana ini, jelasnya seperti dikutip dalam keterangan tertulis yang diterima," Jumat (18/3/2016).
Dalam UU No. 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, diatur syarat pengajuan calon independen di Pilkada serentak. Calon independen atau calon perorangan paling sedikit harus mengumpulkan 6,5% sampai 10% jumlah pemilih tetap agar dapat maju dalam Pilkada setempat.
Timbul wacana bahwa UU Pilkada ini harus direvisi, karena syarat untuk calon independen jauh dari syarat untuk partai politik (Parpol). Saat ini syarat dukungan untuk calon dari Parpol naik 5% menjadi 20% dari jumlah suara. Oleh sebab itu, Komisi II DPR RI merasa syarat untuk calon independen juga harus dinaikkan agar berimbang.
Caesar menilai hal menarik bahwa wacana ini timbul pada saat sedang menghangatnya Pilkada DKI Jakarta, dimana Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah memilih jalur independen untuk mencalonkan diri kembaliI.
Idealnya, menurut dia, wacana revisi UU ini tidak hanya untuk kepentingan perangkap politik Pilkada DKI Jakarta, tapi lebih memikirkan kepentingan jangka panjang untuk kehidupan berdemokrasi di Indonesia.