Kabar24.com, MANADO--Meski sektor usaha, kecil, dan menengah (UMKM) selalu dielu-elukan sebagai lini usaha yang menopang perekonomian regional Sulawesi Utara, sejumlah pihak menilai UMKM selalu menghadapi persoalan klasik yang menahun.
Beberapa persoalan yang selalu dikemukakan terkait UMKM adalah keterbatasan sumber daya manusia, teknologi, keberpihakan pemerintah, dan sulitnya akses permodalan.
Menurut pengamat ekonomi regional Noldy Tuerah, persoalan UMKM selalu berulang dari tahun ke tahun sehingga terkesan jalan di tempat. Dirinya menganalogikan persoalan UMKM ini sebagai benang yang ruwet.
“Poin yang harus disepakati bersama, isu UMKM ini bukan isu sektoral tetapi lintas sektoral. Mereka membutuhkan dukungan banyak pihak,” katanyadi Manado, Jumat (9/10).
Namun terkadang, dirinya mengungkapkan lambatnya perkembangan UMKM juga dipengaruhi oleh pola pikir, dan budaya setempat. Misalnya, pelaku UMKM yang sudah berhasil seharusnya membimbing UMKM lainnya agar mampu mencetak keberhasilan serupa.
Proses transfer ilmu tersebut dinilainya cukup urgen untuk membentuk pola pikir, etos kerja UMKM itu sendiri. Noldy mengakui peran role model efektif dalam memacu perkembangan UMKM.
Lainnya, isu akses permodalan mencuat karena perbankan mensyaratkan adanya agunan atau jaminan dalam memproses kredit. “Disinilah peran pihak swasta dan pemerintah untuk menjembatani kebutuhan modal UMKM. Persyaratan mungkin bisa dibuat lebih mudah, tanpa harus mengabaikan prinsip-prinsip yang ada,” tambahnya.
Lanjutnya, dirinya mengatakan UMKM membutuhkan dukungan upaya promosi. Hal tersebut bisa dilakukan dengan penyelenggaraan acara promosi secara rutin.
Per Juni 2015, jumlah UMKM di Sulut mencapai 69.853 dengan rincian 48.772 usaha mikro, 19.139 usaha kecil, dan sisanya 1.942 adalah usaha menengah. Dari total 69.853 UMKM itu, lini usaha ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 171.436 orang.
Tak jauh berbeda, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Rene Hosang mengakui UMKM berkontribusi dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi Sulut, jika melihat kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja lokal.
“Tantangan yang paling kentara adalah bukan saja membuat UMKM berjaya di negeri sendiri, tetapi juga memacu mereka melakukan ekspansi hingga ke luar negeri. Peluang ini semakin terlihat menjelang momen Masyarakat Ekonomi Asean [MEA] 2015,” jelasnya.
Sebaliknya, peluang tersebut masih dihambat dengan sejumlah persoalan klasik, antara lain sumber daya manusia, dan teknologi. Misalnya, persaingan Sulut dengan kota Davao di Filipina yang sama-sama memiliki kekayaan alam sama.
Khusus produk yang berbahan dasar kelapa, Sulut hanya memiliki produk turunan yang mencapai 80 buah. Sebaliknya, dengan berbahan dasar yang sama, Davao mampu mengembangkan bahan dasar kelapa menjadi 120 buah produk turunan.