Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaksa Agung: Rekonsiliasi untuk Tuntaskan 6 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Rekonsiliasi menjadi solusi terbaik untuk menyelesaikan enam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi pada rentang waktu yang sudah lama.
Jaksa Agung HM Prasetyo menyampaikan presentasinya saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (30/6). /Antara
Jaksa Agung HM Prasetyo menyampaikan presentasinya saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (30/6). /Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Rekonsiliasi menjadi solusi terbaik untuk menyelesaikan enam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi pada rentang waktu yang sudah lama.

Jaksa Agung HM. Prasetyo mengatakan penyelesaian kasus HAM berat pada masa lalu akan efektif jika diselesaikan dengan rekonsiliasi. Pasalnya, aparat penegak hukum kesulitan mendapatkan alat bukti untuk menindaklanjuti penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM.

“Kasus-kasus lama itu rasanya akan lebih efektif dan lebih memungkinkan untuk diselesaikan dengan pendekatan non-yudisial melalui rekonsiliasi,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/9/2015).

Prasetyo menuturkan enam kasus pelanggaran HAM berat yang diusulkan untuk diselesaikan melalui rekonsiliasi adalah kasus ’65, ’66, Trisakti, Semanggi I dan II, Wasior, serta Petrus.

Menurutnya, proses rekonsiliasi akan dimulai dengan pernyataan yang membenarkan telah terjadi pelanggaran HAM, kemudian diungkapkan kebenaran yang terjadi di masa lalu.

Setelah itu, akan disampaikan penyesalan terhadap insiden tersebut, dan dijadikan pembelajaran agar tidak terulang di masa datang. “Tahap terakhir adalah pemulihan yang lebih kepada rehabilitasi. Nanti kami akan cari formulasinya agar ada win-win solution,” ujarnya.

Prasetyo juga menuturkan pemerintah menginginkan penyelesaian dari sejumlah kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Pasalnya, kasus tersebut telah menjadi beban sejarah yang menimpa keluarga korban.

Belum adanya perangkat untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di Indonesia juga menjadi salah satu hambatan proses penyidikan kasus tersebut. Hingga kini, pemerintah belum mengeluarkan aturan mengenai pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc.

“Saat ini kami harus mengajukan izin kemana untuk melakukan pemeriksaan atau upaya paksa kepada para pihak yang diduga terlibat,” ucapnya.

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper