Bisnis.com, JAKARTA - PT Bukit Mutiara menyangkal seluruh tuduhan yang dilayangkan oleh PT Berau Coal Energy Tbk. terkait utang pembayaran pajak.
Dalam berkas jawabannya, Bukit Mutiara menyatakan tidak pernah meminta BRAU untuk mendahulukan pembayaran pajak, apalagi menjanjikan untuk mengembalikannya kepada BRAU. Eks pemegang saham BRAU itu juga menyatakan tidak pernah menyepakati bahwa pembayaran pajak tersebut akan dibebankan kepada pihaknya.
Dalam argumentasinya, tergugat menyatakan bahwa Intercompany Loan Agreement yang telah ditandatangani bukanlah untuk mengatur pembayaran kewajiban pajak yang telah dilakukan BRAU. Bukit Mutiara yang dalam persidangan diwakili oleh kuasa hukumnya dari Nita, Diah & Patuan juga menuduh BRAU terlambat melakukan pembayaran kewajiban tambahan PPh.
Menanggapi jawaban tersebut, kuasa hukum BRAU Ahmad Irfan Arifin mengatakan argumen tergugat bertentangan dengan bukti-bukti yang isi sudah diakui oleh Bukit Mutiara. “Saat ini kami sedang siapkan replik. Jadi kami tidak mau mendahului pengadilan untuk menjelaskan detil replik kami,” ujarnya kepada Bisnis.com.
Sengketa antara dua perusahaan ini bermula pada 2010, saat PT Berau Coal Energy hendak melakukan penawaran saham perdana ke publik atau initial public offering (IPO). Berdasarkan peraturan yang berlaku, pemegang saham pendiri atau corporate promotors wajib membayar pajak pertambahan nilai sehubungan dengan IPO tersebut.
Waktu itu, yang menjadi pemegang sahamnya Berau Coal Energy (BCE) adalah PT Bukit Mutiara (BM) dan PT Bentera Energi Asia Utama. BM tidak mampu membayar pajak tersebut dan karenanya pembayarannya didahulukan oleh BCE.
Menurut Irfan, pembayaran yang dilakukan BCE itu disepakati sebagai hutang BM kepada BCE yang dituangkan dalam perjanjian intercompany loan. Proses IPO itu sendiri sudah dilakukan pada 19 Agustus 2010.
Irfan menyebutkan, berdasarkan perjanjian intercompany loan, diatur bahwa batas waktu bagi BM untuk melunasi utangnya adalah 31 Desember 2012. “Namun, sampai saat ini BM tidak membayar. Untuk itulah kami menggugat,” katanya. Gugatan itu telah diajukan sejak 26 Januari 2015.
Dalam petitumnya, BRAU meminta BM dinyatakan wanprestasi dan dituntut menbayar ganti rugi senilai US$6,9 juta beserta bunganya sebesar US$159.254. Mediasi yang sempat dilakukan tidak membuahkan hasil. Pasalnya, menurut Irfan, pihak tergugat memang tidak memiliki itikad baik untuk membayar utangnya.
Perkara No. 44/PDT.G/2015/PN JKT.SEL tersebut dilanjutkan pada Rabu (5/8) dengan agenda replik dari penggugat.