Bisnis.com, JAKARTA — Ada asa menjulang pada Istana megah di jantung Ibukota Jakarta, tempat kepala negara dan wakilnya menjalankan amanat rakyat.
Siti Asiyah, seorang tuna netra yang berprofesi sebagai penjaja jasa pijat menapakkan kakinya di Istana Wakil Presiden Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat(17/7/2015).
Ya, kali ini Wakil Presiden Jusuf Kalla menjalankan tugas sesuai jabatannya, mewakili kepala negara berlebaran di Jakarta dan menggelar open house untuk berbagi kebahagiaan dengan masyarakat. Sementara itu Presiden Joko Widodo mengunjungi rakyatnya di ujung Barat nusantara, Provinsi Aceh.
Momentum Hari Raya Idulfitri dimanfaatkan Siti untuk bersilaturahmi dengan pejabat negara, sekaligus merasakan aroma kemewahan gedung bergaya arsitektur Hindia Belanda yang dibangun sejak 1920 itu.
Siti tak datang sendiri. Dia ditemani ratusan kawan berkebutuhan khusus (difabel) lain yang berasal dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Kedatangan Siti dan kawan lain disambut hangat oleh Wapres dan sang istri Mufidah Jusuf Kalla.
Siti mengaku senang bisa berjabat tangan dengan sang wakil pimpinan negara, meski tak berlangsung lama. Jauh di lubuk hatinya, Siti bercerita, bahwa sebenarnya dia sangat ingin berbincang dan bercerita banyak dengan pria kelahiran Bone tersebut.
Curahan hati yang ingin disampaikan tentu bukan perihal percintaan, ataupun kegalauannya dalam menjalin asmara. Hanya satu hal sederhana yang ingin diungkap, soal kegundahannya pada nasib penjaja jasa pijat tuna netra yang kini semakin tersisih oleh pengusaha panti pijat modern di pusat keramaian.
Dari tahun ke tahun, pendapatannya sebagai tukang pijat menurun signifikan karena menjamurnya panti pijat modern bermodal besar. Saat ini dia hanya mengantongi uang hasil meminjat sekitar Rp2,5 juta per bulan, padahal tahun-tahun sebelumnya dia bisa memperoleh hingga Rp3 juta.
“Jadi tuna netra semakin tersisih kalau tidak kuat hokinya banyak yang gulung tikar,”keluhnya.
Untuk itu, dia mengimbau pemerintah untuk memperhatikan nasib orang-orang berkebutuhan khusus seperti dirinya. Dia tak ingin mengemis nafkah, tapi paling tidak pemerintah menyediakan wadah panti pijat yang memadai bagi tuna netra agar bisa mencari penghidupan yang layak.
“Kami ingin juga kondisi perekonomian kembali seperti dulu, tidak banyak orang sulit,” ungkapnya berharap pesan itu sampai ke telinga Wapres.