Kabar24.com, JAKARTA--Badan Reserse Kriminal Polri menyatakan dari hasil pertemuan Global Conference on Cyber Space (CGCS) 2015 di Den Haag Belanda, Indonesia tercatat sebagai negara paling marak tingkat kejahatan cyber.
Kepala Subdit Cyber Crime Bareskrim Komisaris Besar Rachmad Wibowo yang ikut hadir pada acara tersebut, mengungkapkan pelaku cyber crime dari berbagai negara sering melancarkan aksi kejahatannya di Indonesia.
"Perlu diwaspadai keamanan informasi di Indonesia terutama tindak pidana cyber. Pelaku menggunakan aksi kejahatannya menggunakan alamat internet protocol Indonesia," katanya di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (20/4/2015).
Rachmad tak sepakat bila sistem keamanan informasi di Indonesia lemah, sebab menurut dia tak ada negara yang benar-benar aman dari aksi kejahatan cyber. "Sekelas Pentagon pun pernah dibobol," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Victor Edi Simanjuntak mengatakan catatan paling marak kejahatan cyber telah mencoreng nama Indonesia di mata internasional.
"Saya sebagai Dirtipideksus akan berupaya melakukan pencegahan kasus tersebut dan bekerjasama dengan institusi dalam negeri," katanya.
Victor mengimbau kepada pihak perbankan untuk secara aktif berperan dalam upaya pencegahan kejahatan tersebut. Sebab berdasarkan catatannya, Bareskrim menerima sebanyak 101 laporan dari 35 negara dengan total kerugian sebesar Rp34 miliar terkait aksi kejahatan cyber.
Kasus tersebut dilakukan dengan beragam modus operandi mulai dari penipuan penjualan barang, penipuan dengan memalsukan email, penanaman saham, dan ATM skimming.
Victor menambahkan fasilitas perbankan yang jamak digunakan para pelaku adalah penggunaan rekening milik warga negara RI yang direkrut menjadi kurir.
Selain itu, Victor menyarankan kepada para bank untuk tidak menaruh mesin ATM di lokasi sepi jauh dari keramaian. ATM, kata Victor, mesti ditaruh di lokasi yang mudah dipantau publik, cukup cahaya dan dilengkapi kamera.
Victor mengatakan bank juga harus mengenali nasabah yang ingin membuka ATM, sehingga ketika dicurigai melakukan aksi kejahatan dapat segera terdeteksi. Sebab dalam kasus yang ditangananinya, ada nama nasabah yang tidak menggunakan nama manusia namun nama perusahaan.
Nama tersebut diajukan pembukaan rekening dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk atas nama perusahaan. "Sehingga bila ada korban yang diminta mengirimkan uang ke rekening tersebut. Korban tak menyadari bahwa rekening adalah palsu," katanya.