Kabar24.com, JAKARTA – Pemilu kepala daerah (pilkada) serentak dinilai belum dapat menurunkan pemborosan biaya karena tak banyak perubahan dibandingkan pilkada sebelumnya.
Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto mengatakan jika ditinjau dari pembiayaan tetap boror karena 65% biaya pemilu untuk honor petugas penyelenggara KPU, KPUD, Panwaslu yang dibayar berdasarkan event.
“Targetnya untuk menghemat belum tercapai, dibandingkan pilkada sebelumnya enggak ada perubahan, aktor penyelenggara sama KPU, Bawaslu,” katanya dalam diskusi “Perspektif Indonesia” di Jakarta, Sabtu (28/3/2015).
Payung hukum pilkada serentak UU No. 8/2015 sudah diteken Presiden Joko Widodo 18 Maret lalu. Untuk pilkada serentak tahap pertama Desember 2015 hanya berkisar 270 daerah baik Provinsi, Kabupaten/Kota. Pilkada secara keseluruhan baru bisa dilakukan pada 2027 mendatang.
Didik mengatakan, jika penggabungan semua pemilu baik lokal maupun nasional akan terjadi penghematan luar biasa mencapai Rp20 triliun. Tetapi hal itu kemungkinan sulit dipenuhi mengingat masa akhir jabatan kepala daerah berbeda-beda.
Perbedaan
Perludem menjelaskan pada dasarnya pilkada serentak tidak mengalami perbedaan dengan sebelumnya. Pemilih usia 17 tahun atau sudah menikah, pencalonan dilakukan oleh parpol dan gabungan parpol yang memiliki 20% kursi di DPR dan dukungan nonpartai. Metode pemberian suara dengan mencoblos pasangan calon.
Yang berubah hanya formula pemenang pikada, yakni siapapun calon yang mendapatkan suara terbanyak berapapun persentasenya langsung menjadi pemenang, sehingga tidak ada lagi yang namanya putaran kedua.
Perbedaan lainnya, sebagian besar kampanye dibiayai oleh negara. Hanya dua jenis kampanye pertemuan terbatas dan dialogis yang dibiayai oleh para calon. Untuk kampanye terbuka tidak diatur dalam UU dan masih diperdebatkan.
“Pemasangan alat peraga, debat publik dibiayai negara,” kata Didik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel