Kabar24.com, JAKARTA - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) belum mengeluarkan Surat Keputusan untuk mengesahkan kepengurusan Partai Golkar versi Musyawarah Nasional (Munas) Ancol di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
"Belum tuh sampai sekarang belum ada," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, seusai acara pelantikan Eselon 1 di jajaran Kemenkumham di Jakarta, Jumat (20/3/2015).
Pada Selasa (10/3) Menkumham mengakui kepengurusan partai Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono hasil Munas Ancol dengan merujuk pada dokumen Mahkamah Partai Golkar pada 3 Maret 2015, karena dua hakim yaitu Djasri Marin dan Andi Mattalatta memutuskan mengesahkan kepengurusan versi Agung Laksono.
Selanjutnya pada Selasa (17/3) Ketua DPP Partai Golkar versi Munas Ancol, Leo Nababan mendaftarkan kepengurusan dengan jumlah pengurus yang baru sebanyak 377 orang ke Kemenkumham.
Alasan Menkumham belum melakukan pengesahan adalah karena adanya hal yang kurang dalam akta yang diserahkan kubu Agung. "Karena ada kekurangan akta, ada kekurangan tadi juga sudah saya minta untuk dikirimkan," tambah Yasonna.
Ia mengaku tidak ingin ada kesalahan dalam akta kepengurusan Partai Golkar yang akan diserahkannya itu. "Ada lah [kesalahannya] yang kita inginkan di aktanya itu tidak ada kesalahan," ungkap Yasonna.
Meski Kemenkumham sudah memilih kubu Agung Laksono sebagai kepengurusan Golkar yang sah, tapi kubu Aburizal Bakrie yang merupakan hasil Munas Bali melakukan protes terhadap keputusan tersebut.
Sekretaris Jenderal kubu Agung Laksono, Idrus Marham bahkan sudah melayangkan surat protes kepada Menkumham pada Rabu (11/3) dan melaporkan kubu Agung Laksono ke Badan Reserse Kriminal Polri dengan tuduhan pemalsuan dokumen Munas Ancol.
Pada 3 Maret 2015, Mahkamah Partai Golkar mengeluarkan putusan keputusan MPG nomor 01/P1-GOLKAR/III/2015 Nomor 02/P1-GOLKAR/III/2015 dan Nomor 03/P1-GOLKAR/III/2015, terkait dualisme kepengurusan partai tersebut.
Dua hakim yaitu Djasri Marin dan Andi Mattalatta memutuskan mengesahkan kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono. Dasar pertimbangannya adalah Munas Bali yang diselenggarakan kubu Aburizal dirasa tidak transparan, tidak demokratis, dan tidak aspiratif.
Sementara kubu Munas Jakarta dipandang berlangsung demokratis dan terbuka.
Sedangkan dua hakim lain yakni Muladi dan HAS Natabaya hanya memberikan putusan rekomendasi terkait proses kasasi yang ditempuh kubu Aburizal Bakrie di Mahkamah Agung.
Muladi menyatakan dirinya dan HAS Natabaya memutuskan agar siapapun pemenang dalam proses peradilan itu agar menghindari pengambilalihan seluruh struktur kepengurusan, merehabilitasi anggota yang mengalami pemecatan serta mengapresiasi yang kalah dalam kepengurusan.
Sedangkan pihak yang kalah dalam pengadilan diminta berjanji tidak membentuk partai baru. []