Bisnis.com, BANDUNG - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Jawa Barat menilai musim giling tebu periode 2014 paling jeblok dibandingkan beberapa periode sebelumnya baik dari segi provitas tebu, rendemen, maupun harga gula yang kurang menggembirakan.
Perhitungan rendemen pada akhir musim giling periode 2014 di Pabrik Gula Jatitujuh 8 Oktober 2014 lalu dari empat pabrik yang ada di wilayah Cirebon rendemen rata-rata berada di kisaran 6,1%-64%, jauh dari estimasi yang dijanjikan pabrik.
Sekretaris APTRI Jabar Haris Sukmawan mengatakan rendemen pada musim giling periode 2013 sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tahun ini. Namun demikian, harga gula di tingkat lelang masih cukup bagus.
Dia menuturkan untuk musim giling periode 2014 harga gula di tingkat lelang mulai awal musim giling hingga akhir periode, kisaran tertingginya hanya Rp8.500/kg
"Rendemen rendah, harga gula rendah, dan provitas tebu juga menurun. Kondisi ini semakin menekan kalangan petani di Jabar," katanya di Kantor APTRI Jabar kepada Bisnis, Kamis (16/10/2014).
Haris mengungkapkan rendahnya harga gula di tingkat lelang diduga akibat adanya rembesan gula rafinasi ke pasaran. Padahal gula tersebut peruntukannya bagi dunia industri makanan dan minuman.
"Seharusnya pemerintah bisa selaras dalam hal data agar impor gula rafinasi sesuai kebutuhannya," ujarnya.
Dia menambahkan selain dugaan rembesan gula rafinasi dan masih berlimpahnya gula hasil produksi tahun lalu jadi salah satu penyebab turunnya harga gula.
"Kami khawatir budi daya tebu rakat di Jabar berkurang jika kondisi rendemen, dan harga gula masih seperti sekarang," tambahnya.
Selain itu, lanjutnya, swasembada gula yang dicanangkan pemerintah tidak akan tercapai karena terjadinya penurunan lahan tebu di Cirebon dan sekitarnya yang mencapai 10% dari luas lahan 9.000 hektare.
“Jika ingin swasembada gula maka perlu ada revitalisasi mesin pabrik dan penanganan masalah gula atau tebu tidak perlu ditangani oleh banyak kementerian. Bahkan, perluasan lahan pun perlu dilakukan,” ujarnya.