Bisnis.com, JAKARTA—KPU menilai sistem pemilu proporsional terbuka harus dipertimbangkan kembali jika ingin mempercepat dan menekan biaya pelaksanaan pemilu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pagi ini meminta jajaran KPU dan Bawaslu mencari cara agar proses pelaksanaan pemilu bisa lebih singkat dan menghabiskan biaya lebih murah.
“Saya berharap pemilu kita lebih baik, ongkosnya jangan terlalu mahal, lantas lebih mudah dan jangan berbulan-bulan lah,” katanya di hadapan anggota KPU dan Bawaslu di Istana Negara, Selasa (14/10).
SBY mengatakan proses pemilu yang terlalu panjang merugikan karena memaksa pelaku usaha menunda lama realisasi investasi di Indonesia sambil menunggu hasil pemilu.
Selain itu, proses pemilu yang terlalu panjang membuat kondisi yang tidak nyaman akibat perpecahan masyarakat yang mendukung jagoan masing-masing.
“Ada jarak antara kawan, tetangga, saudara karena beda kaos, beda bendera. Itu membuat masyarakat kita terbagi, itu tidak bagus,” kata Presiden.
Ketua KPU Husni Kamil Malik mengatakan pelaksanaan pemilu tidak bisa berjalan lebih cepat dan lebih murah tanpa ada pergantian sistem.
Sistem proporsional dengan daftar terbuka yang berlaku sekarang, lanjutnya, mengharuskan petugas KPU menjalankan pemilu dengan lebih dari 200.000 orang peserta pemilu legislatif tercantum dalam kertas suara.
“UU memerintahkan kita satu hari [menghitung di TPS], itu saja sudah tidak bisa dipenuhi, jangankan lebih cepat. Aoalagi nanti kalau serentak pemilu legislatif dan pemilu presiden,” katanya.
Husni menyarankan DPR dan pemerintah mengkaji lagi sistem pemilu yang berlaku di Indonesia jika ingin proses pemilu bisa berlangsung lebih murah dan cepat.
Proses pemilihan dengan proporsional tertutup atau membatasi pemilih hanya mencoblos partai politik bisa mempercepat dan memurahkan proses pemilu.
Namun, Husni mengingatkan sistem tersebut pernah dinilai tidak demokratis oleh pelaku politik di Indonesia.
Perbaikan proses pemilu menjadi lebih cepat dan murah harus melalui perombakan sistem yang disepakati melalui konsensus politik dari seluruh partai politik.
“Kalau partai politik tidak memiliki konsensus yang utuh, saya kira akan jadi masalah. Setelah pemilu akan banyak gugatan. Ini butuh kesepakatan partai politik sejak awal,” kata Husni.