Bisnis.com, JAKARTA—Perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat bisa menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 lebih rendah dari 5%.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan rencana normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral AS merupakan risiko utama yang harus dihadapi perekonomian Indonesia.
Dia memperkirakan perubahan kebijakan moneter AS bila dilakukan pada akhir tahun bisa menyeret pertumbuhan ekonomi Indonesia ke bawah 5%.
“Kalau melihat kondisi itu, kecenderungannya [pertumbuhan ekonomi di bawah 5%] ada. Risiko yang harus dihadapi adalah normalisasi kebijakan moneter di AS,” kata Chatib, Senin (13/10/2014).
Namun, Menkeu menegaskan pemerintah telah menyiapkan antisipasi terhadap dampak negatif perubahan kebijakan Bank Sentral AS pada perekonomian Indonesia.
Dia juga menekankan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlalu parah dibandingkan dengan negara ekonomi berkembang lain.
Ekonomi Indonesia pada semester II/2014 tumbuh 5,17% dibandingkan semester II/2013. Pada APBN-P 2014, ekonomi Indonesia ditargetkan tumbuh 5,3%.
Dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G-20, menurut Chatib, ekonomi Indonesia dan India dinilai masih baik.
“[Dalam pertemuan] diingatkan ada slow down di emerging market. Hanya ada dua negara emerging yang baik, India dan Indonesia,” kata Menkeu.