Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Petani Rumput Laut di Tarakan Gagal Panen

Petani rumput laut di wilayah Tarakan saat ini mengalami gagal panen akibat gangguan cuaca gelombang tinggi, tiram dan lumut yang menyebabkan produksi merosot tajam.

Bisnis.com, TARAKAN--Petani rumput laut di wilayah Tarakan saat ini mengalami gagal panen akibat gangguan cuaca gelombang tinggi, tiram dan lumut yang menyebabkan produksi merosot tajam.
 
Irianto, petani rumput laut di Desa Amal Baru Tarakan mengungkapkan gangguan hama baik cuaca gelombang tinggi, tiram dan lumut pada rumput laut di daerahnya telah terjadi sejak akhir Agustus lalu hingga saat ini.
 
“Kami berharap cuaca berubah dan kondisi kembali membaik pada November mendatang. Saat ini aktivitas penjemuran sepi, seperti yang sekarang terlihat, karena gangguan hama tadi,” katanya, Kamis (9/10).
 
Irianto yang telah menjadi petani rumput laut sejak akhir 2010 menambahkan pada kondisi normal 100 bentangan tali biasanya mampu menghasilkan 1 ton-2 ton rumput laut. Namun, saat ini produksi dari 100 bentangan hanya 200 kilogram (kg).
 
“Ya saat ini gagal panen, penghasilan turun sekitar 60%. Harga jual rumput laut saat ini berkisar Rp13.000 per kg-Rp13,500 per kg, tergantung kadar  air,” ujarnya.
 
Sementara itu, Rifai, tenaga penyuluh dari Badan Pengembangan SDM Kementerian Kelautan dan Perikanan menjelaskan kondisi cuaca yang tidak stabil saat ini menyebabkan adanya hama pada rumput laut di Tarakan.
 
“Ini hama musiman. Selain itu, di daerah ini juga kurang pendampingan. Saya mengakui kondisi ini akibat keterbatasan sumber daya manusia (tenaga penyuluh) dan dana,” ujarnya.
 
Di sepanjang pesisir Pantai Amal di Tarakan, saat ini terdapat sekitar 30 kelompok tani rumput laut. Total petani yang tergabung ke dalam kelompok tani tersebut diperkirakan berjumlah 5000-6000 orang.
 
“Rumput laut telah mengubah kondisi ekonomi di daerah ini. Selain berdampak positif juga ada efek negatif yang harus diselesaikan oleh seluruh pemangku kepentingan, salah satunya anak-anak sekolah yang lebih memilih untuk bekerja sebagai pencuci tali dan pengikat bibit karena mereka mendapatkan upah. Kami sudah komunikasikan dengan Diknas mengenai hal ini,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Siti Munawaroh
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper