BISNIS.COM, PEKANBARU- Rencana pemerintah yang akan mengesahkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang gambut dinilai akan menganggu perekonomian nasional dan mempengaruhi ekonomi Riau sebagai wilayah dengan luas lahan gambut yang besar.
Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) memperkirakan potensi kerugian akibat pemberlakuan RPP gambut bisa mencapai Rp103 triliun per daur tanam atau dalam periode 5 tahun-6 tahun. Angka tersebut berasal dari hilangnya devisa negara dari pulp dan kertas sebesar US$ 5,4 miliar per tahun, hilangnya produksi 16,8 juta ton, dan PHK sekitar 300.000 tenaga kerja di industri pulp dan kertas serta hutan tanaman industri (HTI).
Ketua APHI Bidang HTI Nana Suparna mengatakan Riau sebagai salah satu wilayah penghasil industri pulp dan paper akan terkena dampaknya jika RPP tersebut disahkan. Dia menilai RPP gambut merupakan masalah serius bagi dunia usaha dalam negeri karena besarnya potensi kerugian yang akan hilang. Apalagi, pemerintahan Jokowi-JK menargetkan pertubuhan ekonomi 7% per tahun. APHI meminta agar pemerintah meninjau ulang RPP gambut.
“Aturan itu kontraproduktif dengan tujuan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya dalam keterangan tertulis kepada Bisnis.com, hari ini (22/9).
Menurutnya, jika RPP gambut jadi diterapkan, maka Indonesia akan menghadapi masalah besar. Apalagi, Indonesia dalam hitungan bulan akan menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Selama ini sektor kehutanan menjadi salah satu sektor andalan dalam menyerap tenaga kerja dan devisa. Selain itu, kehutanan merupakan sektor unggulan nasional yang tidak dimiliki negara ASEAN lainnya.
Nana menilai, RPP gambut lebih banyak mengakomodir kepentingan LSM seperti Greenpeace ketimbang kepentingan pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia. Hal itu membuktikan bahwa pengaruh asing melalui NGO sebagai perpanjangan tangan telah masuk ke pejabat di pemerintahan. Hal itu sangat berbahaya bagi bangsa Indonesia karena gerakan itu laten.
"Kami meminta pemerintah bijaksana untuk melihat manfaat dan kerugian bagi bangsa Indonesia," ujarnya.
Salah satu aturan dalam RPP gambut yang akan diterapkan adalah kedalaman air tanah yang akan menyulitkan pelaku industri. Gambut bersifat asam sehingga harus dipilih tanaman yang dapat tumbuh subur, diantaranya yaitu sawit dan akasia. Berdasarkan penelitian, produktivitas tertinggi ada di gambut paling dalam karena mudah mengatur air. Selain itu, aturan gambut 3 meter saat ini tidak ada dasar kajian akademisnya tetapi tetap tidak direvisi.
Sebagai catatan, pulp dan kertas asal Riau merupakan salah satu komoditas ekspor andalan. Nilai ekspor bubur kayu atau pulp dari provinsi Riau sepanjang Januari-Juli 2014 mencapai US$722,4 juta, turun sekitar 13,88% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$838,9 juta.
Zulkifli, Kepala Bidan Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Riau, meski ekspor pulp pada Juli 2014 mengalami peningkatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya, total nilai ekspor periode Januari-Juli tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Penurunan nilai ekspor pulp pada Januari-Juli 2014 dibandingkan dengan Januari-Juli 2013 mencapai US$116,5 juta,” katanya di Pekanbaru.
Zulkifli menuturkan penurunan nilai ekspor komoditas tersebut membuat kontribusinya terhadap total ekspor non-migas Riau menjadi 10,49%. Sepanjang periode Januari-Juli 2014 sendiri total nilai ekspor non-migas mencapai US$6,89 miliar, tumbuh 5,10% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya US$6,55 miliar.