Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Dunia Didesak Setop Rangking 'Doing Business'

Sedikitnya 180 organisasi sipil, serikat petani dan kelompok konsumen global mendesak Bank Dunia menghentikan pemeringkatan melalui Doing Business karena mendukung perampasan lahan dan sumber daya di pelbagai negara.
Logo Bank Dunia. Didesak Setop Rangking 'Doing Business'/Reuters
Logo Bank Dunia. Didesak Setop Rangking 'Doing Business'/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA—Sedikitnya 180 organisasi sipil, serikat petani dan kelompok konsumen global mendesak Bank Dunia menghentikan pemeringkatan melalui Doing Business karena mendukung perampasan lahan dan sumber daya di pelbagai negara.

Desakan itu juga terkait diterbitkannya laporan Willful Blindness: How the World Bank's Doing Business Rankings Impoverish Smallholder Farmers pada April. Laporan itu dikerjakan oleh Oakland Institute, tanki pemikir yang berbasis di California, yang mempromosikan kesadaran publik terhadap persoalan kritis masalah sosial, ekonomi dan lingkungan.

Sejumlah organisasi yang mendesak dihentikannya pemeringkatan tersebut adalah Aboriginal Rights Coalition (Australia), ActionAid (Sierra Leone), Bread for All (Swiss), African Centre for Biosafety (Afrika Selatan) dan Asia Pacific Forum on Women (Asia).

Direktur Eksekutif Oakland Institute Anuradha Mittal mengatakan Bank Dunia justru memfasilitasi perampasan tanah dan menabur kemiskinan dengan menempatkan kepentingan investor asing  sebelum  masyarakat lokal. Perampasan itu terjadi pada kelompok paling miskin di dunia, yakni petani, penggembala dan masyarakat adat.

"Para petani kecil merupakan investor pertama di sektor pertanian pada negara-negara berkembang. Alih-alih mendukung mereka, Bank Dunia mendorong penjarahan sumber daya mereka untuk perusahaan asing dan lokal," kata Mittal dalam keterangan resminya, yang dikutip Senin (9/6/2014).

Pemeringkatan Bank Dunia Doing Business  adalah pemberian  skor kepada negara-negara tertentu, berdasarkan pada bagaimana 'kemudahan berbisnis'. Hal tersebut membuat para pemimpin negara berkembang melakukan deregulasi ekonomi mereka dengan harapan menarik investor asing.

Walaupun demikian, papar Mittal, apa yang Bank Dunia pertimbangkan sebagai hal yang bermanfaat bagi bisnis, seringkali berkebalikan bagi kepentingan masyarakat lokal. Oakland Institute menilai persoalan hak asasi manusia (HAM), perlindungan lingkungan, serta kemampuan orang berdaulat atas pangan dianggap Bank Dunia sebagai penghalang pertumbuhan ekonomi.

Mittal memaparkan efeknya dari pemeringkatan itu telah menghancurkan, macam apa yang terjadi di Sierra Leone dan Libera akibat masuknya perusahaan tebu dan kelapa sawit. Di masing-masing negara tersebut, sekitar 20% lahan-lahan pertanian telah hilang dan 1,5 juta hektare lahan kini dimiliki perusahaan sawit untuk kontrak jangka panjang. Tak hanya itu, namun juga terjadi di Indonesia, Filipina dan Malaysia dengan tumbuhnya perkebunan sawit

"Pemeringkatan Doing Business adalah pedang Damocles di atas kepala pemimpin kita yang menunggu skor selanjutnya untuk mendapatkan legitimasi, sebelum lembaga keuangan internasional," kata Amadou Kanoute, Direktur CICODEV Afrika. "[Lembaga keuangan internasional itulah yang meresepkan skema pembangunan, bukan warga."

Dalam keterangan resminya, Bank Dunia menyatakan pemeringkatan 'Doing Business' yang dimulai sejak 2002 adalah untuk analisis  data kuantitatif yang komprehensif terkait dengan perbandingan pelbagai regulasi bisnis di seluruh negara. Upaya itu dilakukan untuk mendorong negara-negara untuk bersaing pada peraturan yang lebih efesien, dan menawarkan tolok ukur untuk reformasi.

"Laporan-laporan itu menyediakan data untuk kemudahan bisnis, pemeringkatan yang mendalam, dan reformasi di pelbagai wilayah," demikian Bank Dunia. "Kota-kota yang terpilih dapat membandingkan regulasi mereka dengan lainnya."

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anugerah Perkasa
Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper