Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Masih Jadi Kunci Pemulihan Ekonomi Global

Amerika Serikat dan negara lainnya masih memegang kartu as bagi pemulihan ekonomi dunia. Pasalnya, hampir semua produk manufaktur dan ekspor lainnya berujung ke Amerika Serikat maupun Eropa.
Ilustrasi ekonomi global/Reuters
Ilustrasi ekonomi global/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA—Amerika Serikat dan negara lainnya masih memegang kartu as bagi pemulihan ekonomi dunia. Pasalnya, hampir semua produk manufaktur dan ekspor lainnya berujung ke Amerika Serikat maupun Eropa.

Andrew Steel, Managing Director, Head of Asia Pasific Corporate Ratings Group, Fitch Ratings mengemukakan pemulihan ekonomi dunia masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk ketidakpastian konsumsi domestik Amerika Serikat.

“Ada banyak ekonom yang yakin bahwa pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat bukan hal utama lagi karena perdagangan bilateral di kawasan Asia sudah mulai terbentuk. Tetapi, ujung-ujungnya, barang jadi tersebut akan diekspor ke Amerika Serikat ataupun negara maju lainnya,”katanya di Jakarta, Kamis (13/3/2013).

Fitch Ratings memaparkan beberapa tantangan yang mampu mneghambat pemulihan ekonomi dunia. Adapun, tantangan tersebut mencakup risiko deflasi di kawasan Euro yang berpotensi mengancam pemulihan ekonomi, perlambatan ekonomi di negara berkembang, dan meningkatnya suku bunga The Fed.

Seperti diketahui, Amerika dan beberapa negara maju lainnya sempat menunjukkan perlambatan akibat badai salju yang memukul industri retail dan konsumsi domestik. Sekilas, dalam laporan Beige Book yang dirilis The Fed, Jumat (5/3), dua dari distrik di Amerika Serikat yaitu New York dan Philadelphia mengalami efek terparah akibat badai salju.

Penjualan retail mengalami perlambatan luar biasa, menembus rekor kontraksi terbesar sejak Juni 2012. Hal tersebut antara lain diakibatkan oleh menurunnya daya beli konsumen. Indeks manufaktur jasa pun tercatat menguat, walaupun dikategorikan melambat.

“Meskipun pemulihan ekonomi Amerika Serikat memberikan dampak positif bagi ekonomi dunia, tetapi hal tersebut juga akan memperbesar kemungkinan atas meningkatnya suku bunga The Fed,”imbuhnya.

Mengutip EPFR Global, aliran dana keluar dari pasar negara berkembang pada 2013 mencapai US$15,2 miliar. Yang lebih mengejutkan lagi, aliran modal keluar pada periode Januari hingga 5 Februari 2014 melebihi tahun sebelumnya yaitu sejumlah US$18,6 miliar.

VOLATILITAS EMERGING MARKETS

 “Sejumlah ekonom justru meremehkan risiko volatilitas ekonomi tahun lalu, tetapi keadaan mengatakan sebaliknya. Pengumuman rencana tapering The Fed memang menjadi salah satu pemicu goncangan pasar finansial tahun lalu,”ungkapnya.

Apalagi, riset yang baru-baru ini dipresentasikan di University of Chicago Booth School of Business di New York juga menyebutkan kemungkinan adanya volatilitas serupa pada tahun ini akibat kenaikan suku bunga The Fed.

 “Saya kira volatilitas tidak akan separah tahun lalu. Jika suku bunga The Fed naik tahun depan, saya yakin itu akan dilakukan secara terukur dan bertahap,”tambahnya.

Menurutnya, asumsi atas terguncangnya pasar finansial seperti tahun lalu, saat The Fed mengumumkan rencana tapering juga dapat terjadi. Tetapi, selama The Fed menjaga kebijakan moneter selalu terukur dan berjalan secara bertahap, dia optimistis volatilitas ekonomi tidak akan sehebat tahun lalu. (Amanda K. Wardhani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper