Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Dunia: Konflik Lahan Hancurkan Kapasitas Desa

Masalah sumber daya alam, salah satunya adalah konflik lahan, yang terjadi di pelbagai wilayah dinilai akan menghancurkan kapasitas desa dan diperburuk dengan tidak adanya pemimpin desa yang reformis.
 Hutan/Bisnis
Hutan/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Masalah sumber daya alam, salah satunya adalah konflik lahan, yang terjadi di pelbagai wilayah dinilai akan menghancurkan kapasitas desa dan diperburuk dengan tidak adanya pemimpin desa yang reformis.

Hal itu disampaikan laporan Bank Dunia berjudul Indonesia Economic Quarterly:Pertumbuhan Melambat, Risiko Tinggi yang diluncurkan bulan lalu.

Penelitian dalam laporan itu adalah mengenai kelembagaan tingkat lokal atau local level institutions (LLI), guna mengidentifikasi prakondisi dan kendala yang merintangi kapasitas desa dalam menyelesaikan masalah.

Bank Dunia menyatakan salah satu masalah yang hingga kini terjadi adalah tentang penurunan sumber daya alam, seperti akses terhadap air minum dan sengketa lahan. Hal tersebut, papar lembaga tersebut, juga diperburuk dengan pemimpin yang tak reformis.

Laporan terakhir tersebut meneliti 20 desa secara kualitatif dan 40 desa secara kuantitatif pada tiga provinsi yakni Jawa Tengah, Jambi dan Nusa Tenggara Timur. Kabupaten yang terlibat adalah Batanghari, Merangin, Muara Jambi, Banyumas, Wonogiri, Ngada dan Nagakeo.

Riset itu memaparkan sekitar sepertiga dari desa yang diteliti mengalami penurunan kapasitas, karena pelbagai masalah sumber daya alam. Tanda-tanda penurunan juga terlihat pada gotong-royong yang dianggap sebagai penurunan modal sosial.

“Masalah yang terus bertahan tentang penurunan sumber daya alam, seperti akses kepada air minum atau sengketa lahan,” kata laporan tersebut yang dikutip pekan lalu.“Diperburuk oleh pemimpin yang tidak reformis, akan menghancurkan kapasitas desa.”

Bank Dunia menyatakan sebagian besar kepala desa yang tersisa bukanlah kepala desa yang tegas atau tak mampu menerapkan keputusan. Laporan itu menilai pemimpin yang tak tanggap dan tak bekerja bagi kepentingan penduduk desa merupakan salah satu faktor utama yang mendorong penurunan kapasitas desa.

Terkait dengan hal tersebut, Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan ekspansi bisnis di sektor perkebunan, pertambangan dan kehutanan selalu bersamaan dengan peristiwa perampasan lahan di Tanah Air. Menurutnya, hal itu terjadi akibat pemberian izin pemerintah kepada perusahaan terkait dengan konsesi yang berada pada area yang sebelumnya dikelola masyarakat.

“Mengapa konflik agraria cenderung meningkat setiap tahun? Prioritas tanah dan air dalam periode kekuasaan SBY memang tak diperuntukkan kepada rakyat, tetapi untuk investor skala besar,” ujarnya.

KPA mencatat terdapat sepuluh wilayah yang mengalami konfliklahan terbesar sepanjang tahun lalu. Wilayah itu terdiri dari Sumatra Utara Jawa Timur, Jawa Barat, Riau, Sumatra Selatan, Jambi, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah dan Lampung. Total luasan konflik agraria sepanjang 2013 mencapai sekitar 1,28 juta hektare atau melonjak sekitar 318.248 hektare dari 2012.

Iwan juga menegaskan proyek jangka panjang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) justru tidak memperhatikan pembangunan pedesaan dan rakyat desa.Proyek itu, paparnya, adalah antitesa dari pembangunan desa dan kedaulatan pangan.

MP3EI dalam dokumen resminya menyatakan percepatan dan perluasan pem ba ngunan ekonomi akan menempatkan Indonesia seba gai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara US$14.250 – US$ 15.500 dengan nilai total perekonomian berkisar antara US$4,0 – US$4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4% – 7,5% pada periode 2011 –2014, dan sekitar 8,0% – 9,0% pada periode 2015 – 2025.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper