Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi AS Membaik, Indonesia Tertekan

Di tengah pertumbuhan ekonomi yang terus membaik di Amerika Serikat, rupanya hal tersebut berbanding terbalik dengan keadaan ekonomi di beberapa kawasan seperti Asia khususnya Indonesia yang justru mengalami tekanan.
Ilustrasi/Reuters
Ilustrasi/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA—Di tengah pertumbuhan ekonomi yang terus membaik di Amerika Serikat, rupanya hal tersebut berbanding terbalik dengan keadaan ekonomi dibeberapada kawasan seperti Asia khususnya Indonesia yang justru mengalami tekanan.

Manufaktur AS diprediksi akan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan China dan negara-negara Eropa lainnya. Pertumbuhan produsen AS hampir menyentuh pada level tertinggi sejak 2011.

The Institute for Supply Management (ISM) indeks manufaktur mencatat bulan ini merupakan kali kedua permintaan atas penjualan kendaraan bermotor serta  perbaikan perumahan yang memacu penjualan peralatan dan bahan bangunan  meningkat sejak April 2011.

"Kinerja ekonomi yang kuat pada paruh kedua 2013 menjadi dasar yang kuat untuk kinerja ekonomi yang lebih baik pada 2014," ujar Lewis Alexander dan Joseph Lagu, Ekonom Nomura Securities International Inc, sebagaimana dikutip Bloomberg dari catatan penelitian, Minggu (29/12/2013).

Namun, menurutnya, kinerja perekonomian kuat beberapa bulan terakhir yang telah memberikan keyakinan besar pada public harus dikelola dengan baik, sehingga akan membawa perbaikan ekonomi sesuai dengan yang diinginkan.

Di lain sisi, berbeda dengan pertumbuhan ekonomi AS yang membaik, pertumbuhan ekonomi dibeberapa negara Asia berjalan tidak merata. Singapura misalnya, menurut survei Bloomberg, produk domestik bruto akan tumbuh 4,8% pada kuartal IV/2013 dibanding tahun sebelumnya.

Di Korea Selatan dan Indonesia pada Desember 2013, tingkat inflasi diproyeksi akan tetap  tinggi. Indeks harga konsumen (CPI) Korsel kemungkinan akan naik 1% di akhir Desember dan tingkat inflasi Indonesia menjadi 8,29% dari bulan sebelumnya 8,37%.

Tingkat inflasi yang tetap tinggi, melebarnya transaksi perdagangan dan defisit transaksi berjalan yang dialami Indonesia, menjadi faktor utama dari buruknya performa keuangan Indonesia di kawasan Asia.

“Kami pikir, sebaiknya Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan lagi, untuk menekan tingkat depresiasi mata uang yang tinggi,” ujar Prakash Sakpal,Ekonom  ING Groep NV di Singapura.

Berbeda dengan Prakash, Wakil Rektor Kerjasama dan Pengembangan Usaha Univ. Paramadina Wijayanto Samirin justru menanggapi tingkat inflasi yang tinggi dengan tenang. Menurutnya, Inflasi yang relatif tinggi tersebut sebenarnya sudah diprediksi akibat kenaikan harga BBM.

“Secara natural, inflasi akan turun pada 2014 sehingga BI tidak perlu menaikkan suku bunga acuan yang justru akan menaikkan suku bunga kredit dan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Dia menambahkan  Indonesia sudah terbiasa menjadi yang terbaik di kawasan Asia, sehingga terkesan “alergi” jika dikatakan performa trade dan defisit transaksi berjalan merupakan yang terburuk.

“Ini adalah fenomena wajar dalam era ekonomi global yang dinamis. Mekanisme pasar akan bekerja, rupiah akan melemah, import akan makin mahal, export akan makin kompetitif, dan kondisi akan kembali normal, hanya saja Indonesia menjadi sedikit lebih miskin dari sebelumnya, relatif terhadap negara tetangga,” papar Wijayanto.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper