Bisnis.com, JAKARTA - Laju inflasi tahunan Provinsi Sumatra Utara hingga Oktober 2013 nyaris menyentuh angka 10% yakni mencapai 9,99%.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut mempublikasikan data inflasi pada hari ini, Jumat (1/11/2013). Pada Oktober 2013, seluruh kota Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sumut mengalami inflasi.
BPS mencatat inflasi terbesar di Sibolga mencapai 1,25%, kemudian disusul Medan sebesar 1,00%, Padangsidimpuan 0,78% dan Pematangsiantar sebesar 0,47%. Dengan demikian, Sumut pada Oktober 2013 mengalami inflasi sebesar 0,94%.
Terjadinya inflasi pada Oktober 2013 menyebabkan laju inflasi kumulatif Oktober 2013 terhadap Desember 2012 masing-masing kota a.l. Medan 9,50%, Pematangsiantar 9,81%, Sibolga 9,23%, dan Padangsidimpuan 7,24%. Adapun inflasi kumulatif untuk Sumut mencapai 9,42%.
Terjadinya inflasi pada Oktober 2013 menyebabkan laju inflasi year on year (YoY) masing-masing kota a.l. Medan 10,08%, Pematangsiantar 10,43%, Sibolga 9,41%, dan Padangsidimpuan 8,02%. Sementara itu, inflasi YoY untuk Sumut mencapai 9,99%.
Gunawan Benjamin, Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumut, mengatakan laju tekanan inflasi di Sumut pada Oktober 2013 jauh diatas rata-rata nasional. Dia menilai hal itu sebagai sebuah prestasi yang sangat buruk bagi ekonomi Sumut.
"Dengan waktu tersisa sekitar dua bulan lagi maka besar kemungkinan inflasi di Sumut akan mencapai 2 digit, lebih besar atau sama dengan 10% pada 2013 ini," ungkapnya kepada Bisnis, Jumat (1/11/2013).
Dia menjelaskan inflasi YoY di SUMUT telah mencapai 9,99% nyaris 10%. Padahal, dua bulan kedepan laju tekanan inflasi di Sumut berpotensi meningkat.
Menurutnya, terdapat dua faktor yang mempengaruhi laju inflasi Sumut. Pertama, memburuknya cuaca yang didominasi oleh hujan deras dan perayaan keagamaan seperti Natal dan Tahun Baru. Kemudian ada ancaman kenaikan tarif angkatan udara dan harga emas.
Dia menambahkan tahun baru akan digunakan sebagai momentum liburan panjang yang akan meningkatkan sejumlah biaya kebutuhan masyarakat. Faktor cuaca diperkirakan akan menekan sisi pasokan barang ditambah lagi masih ada ancaman erupsi Gunung Sinabung yang masih belum menunjukan tanda-tanda selesai.
Tingginya laju inflasi di Sumut yang justru lebih besar dari laju tekanan inflasi nasional, sambungnya, mengakibatkan harmonisasi stabilisasi harga antara kebijakan pusat dan daerah menjadi timpang. Artinya, Sumut harus berjuang sendiri dalam mengendalikan inflasi yang terjadi.
"Terlebih penyumbang laju tekanan inflasi didominasi harga cabai yang sumbernya dari kawasan Karo," paparnya.
Selain itu, kata dia, tuntutan tingginya kebutuhan hidup akan meningkatkan harga di sektor jasa. Dengan laju tekanan inflasi Sumut kumulatif sebesar 9,42%, potensi kenaikan harga jasa lainnya seperti ongkos mandor dan tukang bangunan juga berpotensi meningkat.
Kendati demikian, dia menilai hal tersebut sebagai dugaan sementara. Baginya, yang perlu dikhawatirkan adalah potensi kenaikan harga emas seiring dengan harganya di pasar global yang naik serta tren permintaan yang bisa meningkat menjelang akhir tahun ini.
Begitu pula adanya tren tekanan nilai tukar rupiah, sehingga besar kemungkinan laju inflasi Sumut sepanjang 2013 akan mencapi 10% lebih namun diprediksi masih kurang dari 11%. Dia menilai komitmen TPID dalam mengendalikan laju inflasi di Sumut agar tidak mencapai 2 digit perlu diapresiasi.
"Namun dengan sejumlah indikator saat ini, saya sangat pesimis TPID mampu merealisasikannya. Faktor non ekonomi sangat dominan dalam mempengaruhi harga dalam 2 bulan kedepan. Akan tetapi kita berharap TPID mampu bekerja keras lagi agar laju inflasi tidak lebih dari 10%," jelasnya.