Bisnis.com, JAKARTA—Grup Bank Dunia dituduh menyokong pengembangan energi kotor di Indonesia melalui pinjaman kebijakan pembangunan infrastruktur dan penjamin proyek pendanaan, yakni untuk pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.
Program pinjaman yang dimaksud adalah infrastructure development policy loans (IDPL) sejak 2007. IDPL turut memfasilitasi lahirnya dana penjaminan infrastruktur Indonesia atau Indonesia infrastructure guarantee fund (IIGF) dan fasilitas pendanaan infrastruktur Indonesia, atau Indonesia infrastructure financing facility (IIFF).
Laporan Oil Change International, lembaga riset yang berbasis di Washington, Amerika Serikat, berjudul World Bank Accelerating Coal Development in Indonesia pada akhir bulan lalu menyatakan pinjaman tersebut justru mendorong meningkatnya penggunaan batu bara di Tanah Air.
Proyek yang didanai itu di antaranya adalah PLTU batu bara di Batang, Jawa Tengah serta jalur kereta api batu bara sepanjang 385 kilometer di wilayah Puruk Cahu-Cangkuang-Batanjung, Kalimantan Tengah.
“Alih-alih membantu membatasi produksi batu bara Indonesia, inisiatif infrastruktur Grup Bank Dunia telah meningkatkan dukungan langsungnya,” demikian laporan tersebut yang dikutip pada Kamis, (3/10/2013).
Oil Change International menyatakan sokongan pengembangan batu bara melalui IDPL sepanjang 2007-2010 adalah sebesar US$850 juta. Pinjaman itu memberlakukan kerangka kerja sama pemerintah dan swasta (KPS), termasuk proyek energi berbahan bakar fosil. Pada periode itu, satu proyek yang didanai adalah 40 PLTU berkapasitas 16 gigawatt.
Pendanaan lainnya adalah melalui IIGF periode September 2012 berbentuk penjaminan bagi PLTU batu bara di Batang sebesar US$33,9 juta. Proyek itu terkait dengan upaya peningkatan ekspansi batu bara di Asia, terutama untuk India dan Vietnam, yang tergantung dengan pasokan dari Indonesia.
Oil Change International juga memaparkan bentuk dukungan Bank Dunia lainnya melalui penasihat transaksi PLTU di Batang oleh International Finance Corporation (IFC).
Laporan itu menyatakan bahwa IFC bertugas untuk menganalisis landasan dan mempromosikan proyek tersebut kepada para investor sekaligus kontrak berskema KPS.
“Pinjaman kebijakan Grup Bank Dunia, perantara pendanaan, dan jasa penasihat di Indonesia memungkinkan percepatan pertumbuhan batu bara di Indonesia,” tulis riset tersebut.
Laporan itu menegaskan jika PLTU Batang selesai, diproyeksikan menjadi salah satu PLTU batu bara terbesar di Asia Tenggara. Oil Change International juga memaparkan inisiatif Bank Dunia terkait dengan megaproyek batu bara tersebut justru akan mengunci Indonesia ke dalam masa depan yang merusak iklim.
Di sisi lain, Bank Dunia pada Juli menerbitkan Kertas Arahan Energi berjudul Toward a Sustainable Energy Future for All: Directions for the World Bank Group’s Energy Sector. Salah satu isinya tentang komitmen penghentian pendanaan proyek pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.
Novita Wund, Pejabat Komunikasi IFC di Indonesia dan Singapura, mengatakan PLTU di Jawa Tengah tersebut akan mendatangkan listrik bagi 7,5 juta orang di Jawa. Selain itu, juga membantu Indonesia untuk mengatasi kekurangan listrik, guna mendukung pembangunan sosial dan ekonomi.
Terkait dengan Kertas Arahan Energi yang terbit pada Juli, dia menuturkan, panduan itu bukanlah dokumen yang melihat ke belakang tetapi menjabarkan arah keterlibatan di sektor tersebut pada masa mendatang.
"IFC mendukung pengembangan energi terbarukan di Indonesia karena mempromosikan pembangunan berkelanjutan,” papar Novita dalam surat elektronik. “[Juga] sejalan dengan salah satu tujuan strategis kami, yaitu mengurangi dampak perubahan iklim."
EMISI KARBON
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Arif Fiyanto mengatakan komunitas internasional meminta Grup Bank Dunia mencabut dukungan finansial terhadap proyek infrastruktur berbasis batu bara tersebut. Dia mengungkapkan PLTU Batang akan meletuskan sekitar 10 juta ton emisi karbon sehingga berdampak terhadap masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut.
Dia menegaskan sedikitnya 30 organisasi akan mengirimkan surat kepada Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim guna mendesak pencabutan dukungan finansial dari bank tersebut untuk PLTU Batang. Hal itu juga terkait dengan pertemuan tahunan lembaga pemberi pinjaman tersebut pada 8 Oktober.
“Sekitar 30 organisasi dunia, termasuk di Indonesia, akan mengirimkan surat kepada Grup Bank Dunia untuk menarik kembali dukungannya terhadap proyek PLTU Batang. Jika pendanaan tak dicabut, maka sikapnya paradoksal dengan Kertas Arahan Energi yang diterbitkannya.”
Aliansi Penolakan Rel Kereta Api Batu Bara di Kalimantan Tengah menyatakan krisis energi di Kalimantan bukanlah dijawab dengan pembangunan kereta api batu bara. Menurut mereka, pembangunan tersebut justru akan meningkatkan ketimpangan energi berlebihan.
“Saat rencana rel kereta api siap dengan perhitungan ekonomi ekstraksi batu bara, ketidaksiapan justru terjadi pada rencana strategis, anggaran, dan teknologi untuk mengurangi dampak langsung maupun tidak,” kata Arie Rompas, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah.