Bisnis.com, PADANG— SPSI Sumatera menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) Sumbar pada tahun depan naik 20% sebagai penyesuaian dari standar kebutuhan hidup layak (KHL) akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL).
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sumatera Barat Arsukman Eddy mengatakan kenaikan UMP 20 % masih terhitung wajar mengingat kenaikan harga kebutuhan pokok di Sumbar, khususnya Padang yang melambung tinggi. Tahun lalu, kenaikan UMP Sumbar hanya 17 %, dari Rp1.050.000 pada 2012 menjadi Rp1.350.000 tahun ini.
“Kalaupun BBM dan TDL tidak naik, biaya kebutuhan hidup masyarakat tetap mengalami kenaikan. Nah, sekarang kenaikannya dua kali lipat, akibatnya harga kebutuhan pokok menjadi naik drastis, ya masyarakat yang berpenghasilan rendah yang menanggung akibatnya,” katanya.
Dia mengatakan organisasi buruh masih melakukan survey ke daerah dan menyaring data KHL dari kabupaten dan kota. Setelah itu, nanti akan terlihat dan bisa dirumuskan berapa ideal kenaikannya. “Tapi perkiraan kami tidak jauh dari 20 %,” ujarnya.
Jika naik 20 % artinya tahun depan UMP Sumbar menjadi Rp1.620.000. Meski diperkirakan naik, dia menegaskan yang terpenting adalah apakah ketetapan UMP tersebut benar-benar dilaksanakan di lapangan atau tidak.
“Persoalannya adalah, apakah setelah ditetapkan UMP itu dijalankan betul oleh perusahaan atau tidak,” ujarnya. Makanya dia menyarankan metode penyusunan UMP, menilai pada kelayakan perusahaan.
Arsukman Eddy menyarankan UMP dibagi menjadi tiga kategori mengikuti perusahaan. Yakni untuk perusahaan kecil, menengah, dan besar dibedakan besarannya. Hal itu katanya lebih memudahkan pemerintah melakukan pengawasan, dan tidak ada kecemburuan di perusahaan.
“Mestinya UMP mengikuti standar kategori perusahaan. Jadi tidak ada lagi istilah ada perusahaan yang tidak mampu membayar UMP. Kalau perusahaan kecil ya bayar kecil, kalau sudah besar mereka mengikuti standar kategori UMP itu,” jelasnya.
Dia mengatakan usulan tersebut sudah pernah diajukan ke Dewan Pengupahan Nasional, namun tidak digubris. Menurutnya, cara itu adalah yang terbaik untuk meminimalisir konflik pengupahan yang kerap terjadi. “Saya akan terus suarakan,” katanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumbar Muzakir Aziz tak mempersoalkan tuntutan kenaikan besaran UMP sekitar 20% sepanjang ditetapkan melalui mekanisme yang benar dan sesuai dengan data di lapangan.
“Asal dilakukan secara riil dan fair, bukan ditetapkan begitu saja. Apindo tidak pernah mempersoalkan besaran UMP, selagi dilakukan dengan benar sesuai Keppres Nomor 107 tahun 2004 dan Kepmen Nomor 13 tahun 2012, kami ikuti. Yang kami tidak mau adalah tawar menawar,” ujarnya.
Dia mengatakan selama ini penetapan UMP di Sumbar masih amburadul karena tidak menyertakan seluruh kabupaten dan kota dalam survey yang dilakukan. Akibatnya, penetapan akhir selalu terjadi adanya dugaan intervensi pemerintah dan penetapan dilakukan sepihak.
“Apalagi tahun depan tahun politik, ini rentan dipolitisasi. Kami minta proses penetapan UMP dilakukan dengan benar,” katanya.
Muzakir menjamin pengusaha siap menerima berapa pun ketetapan UMP asal prosesnya dijalankan dengan benar. Menurutnya, terlalu rendah UMP juga tidak bagus untuk perekonomian suatu daerah, begitu pula sebaliknya jika terlalu tinggi akan membuat investor enggan menanamkan modalnya. “Kami juga tidak minta rendah, yang penting sesuai prosedur,” katanya tegas. (K19)