Bisnis.com, BALIKPAPAN - Apindo Kalimantan Timur meminta pemerintah mengkaji penerapan upah pada tahun ini sebelum mengeluarkan instruksi presiden kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada 2014 maksimum sebesar 5%-10% ditambah dengan inflasi.
Ketua Dewan Pengurus Provinsi Apindo Kaltim M. Slamet Brotosiswoyo mengatakan kajian tersebut bertujuan untuk mengetahui progress penerapan UMP di lapangan. Apabila masih banyak pekerja yang menerima upah lebih rendah dari yang ditetapkan, penetapan upah baru hanya akan menjadi aturan kosong yang tidak efektif diberlakukan.
“Harus dikaji dulu sejauh mana penerapan di lapangan. Kami siap untuk mendorong tindakan tegas kepada pengusaha yang melanggar penerapannya,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/9/2013).
Perusahaan yang tidak menaati penerapan UMP, menurutnya, juga harus ditindak tegas seperti dengan memberi sangsi denda atau bahkan ditutup. Pemerintah perlu untuk bersikap tegas terhadap aturan yang sudah ada terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk mengeluarkan keputusan baru terkait upah.
Dia mengakui belum ada rapat Dewan Pengupahan Provinsi yang membahas tentang penetapan upah untuk 2014. Nantinya, keputusan tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama antara pemerintah, pengusaha dan pekerja merujuk pada kondisi yang ada di lapangan.
Sekretaris Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSBSI) Kaltim Bambang Setiono berpendapat pengeluaran inpres tersebut perlu ditinjau ulang karena sudah ada Keputusan Presiden (Keppres) No. 107 Tentang Dewan Pengupahan yang didalamnya menyebutkan tugas dan fungsinya. “Justru akan ada kerancuan aturan kalau dikeluarkan aturan baru,” tambahnya.
Dirinya mengaku belum bisa berkomentar banyak terkait dengan hal ini karena konsolidasi dewan pengupahan secara nasional baru dilakukan Selasa (03/09). Kemungkinan sosialisasi mengenai rencana ini juga baru akan dilakukan pada konsolidasi tersebut.
Adapun mengenai penerapan UMP di Kaltim, dirinya mengakui masih ada pelaku usaha yang belum menerapkan sesuai standar yang ada utamanya pada sektor perdagangan. Namun, dirinya masih menganggap tidak bermasalah karena jam kerja yang berbeda sehingga memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian.
“Kalau dipresentasekan sekitar 85% yang sudah sesuai UMP. Sisanya ini kebanyakan dari sektor perdagangan yang jam kerjanya tidak panjang. Sepanjang masih layak dan ada kesepakatan bersama, itu tidak masalah.”
Dirinya mencatat baru tujuh perusahaan di luar sektor perdagangan yang tidak menerapkan UMP. Hanya saja, perusahaan yang tidak menerapkan ini memiliki skala usaha yang kecil sehingga walaupun harus ditutup tidak akan berdampak terlalu masif terhadap angka pengangguran.