Bisnis.com, KAIRO - Biaya yang harus ditebus untuk melindungi obligasi Mesir dari kebangkrutan melesat tajam dalam sebulan terakhir.
Hal itu terjadi sejak pemerintah militer Mesir mengumumkan keadaan darurat setelah terjadi tragedi yang menewaskan ratusan orang dalam bentrok antara polisi dan kaum Islamis.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh CMA, nilai jaminan utang (credit default swaps) berjangka 5 tahun Mesir melonjak 35 basis poin menjadi 785 basis poin pada Rabu (14/8/2013) di New Yok. Angka itu merupakan peningkatan tertajam sejak 17 Juli.
Imbal obligasi pemerintah senilai 5,75% yang jatuh tempo pada April 2020 juga naik 46 basis poin menjadi 8,78%. Indeks saham EGX 30 merosot 1,7%, atau yang terdalam di antara 94 indeks saham yang dipantau oleh Bloomberg. Sementara itu, bursa efek dan bank-bank di Mesir ditutup pada Kamis (15/8/2013).
Pemerintah Mesir mengumumkan negara dalam keadaan darurat setelah polisi menggempur dua titik perkemahan pengunjuk rasa di Kairo, yang merupakan wilayah konsentrasi para pendukung mantan Presiden Mohamed Mursi.
Sebanyak 278 orang di seluruh penjuru Mesir dilaporkan terbunuh dalam bentrok antara militer dan para pendukung Mursi. Akan tetapi, Persaudaraan Muslim mengatakan korban yang jatuh sebenarnya jauh lebih banyak daripada yang dilaporkan pemerintah.
“Kekhawatiran terbesar saat ini adalah [kerusuhan di] jalanan dapat kehilangan kendali dan tidak ada yang tahu apa konsekuensinya,” ujar Ashraf Akhnoukh, Manajer Middle East and North Africa (MENA) di Commercial International Brokerage Co yang berbasis di Kairo.
Pemerintah menggelar serangan malam hari di lebih dari 14 provinsi sebagai tindak lanjut dari keadaan darurat yang diumumkan oleh Presiden Sementara Adly Mansour.
Dia memberi izin pada militer dan kepolisian untuk mengambil tindakan yang dibutuhkan untuk mengembalikan keamanan.
Pada saat bersamaan, Wakil Presiden Mohamed El Baradei memilih untuk mengundurkan diri sebagai wujud penolakan terhadap aksi kekerasan.