BISNIS.COM, JAKART A- Pengintegrasian nilai-nilai yang sensitif terhadap hak asasi manusia (HAM) di wilayah rentan konflik, seperti Papua, sangat dibutuhkan oleh pengadilan setempat sehingga usaha resolusi konflik dapat berjalan lebih baik untuk semua pihak.
Wahyu Wagiman, Deputi Pembelaan HAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), mengatakan untuk mengupayakan Papua lebih baik, khususnya dalam penegakkan HAM, maka diperlukan suatu administrasi peradilan yang dalam kinerjanya menghormati dan melindungi HAM. Hal itu, paparnya, adalah terkait dengan usaha resolusi konflik.
"Oleh karena itu, dalam sistem administrasi peradilan di Indonesia, khususnya pada wilayah rentan konflik, sangat dibutuhkan pengintegrasian nilai-nilai dan standar-standar HAM," kata Wahyu dalam situs resmi Elsam, yang dikutip Kamis, (07/3/2013).
Dia memaparkan penerapan nilai-nilai HAM oleh pengadilan setempat itu dilakukan dalam rangka upaya dalam melakukan resolusi konflik di wilayah seperti Papua. Elsam mencatat UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, penegakan hukum sampai tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Hal itu disampaikan dalam acara serah terima modul HAM untuk pengak hukum di wilayah rentan konflik di Jakarta. Dalam tanggapannya, Kabag Kermadiklat Robindiklat Lembaga Pendidikan Polri Kombes Victor Simanjuntak mengatakan selain pendekatan HAM, yang diperlukan dalam penanganan Papua dalah pendekatan kemanusiaan dan kesejahteraan.
The Australia West Papua Association sebelumnya menilai kekerasan dan pelanggaran HAM terus berlangsung selama 50 tahun di Papua sejak diambil alih pemerintah Indonesia dari United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) pada 1963.
AWPA, organisasi pemantau HAM yang berbasis di Sydney, Australia, mengatakan pelanggaran HAM, operasi militer dan eksploitasi sumber daya alam di Papua masih berlangsung hingga kini. Organisasi itu menuturkan manfaat sumber daya alam di sana sedikit sekali manfaatnya bagi orang Papua. (faa)