Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terjebak di London (3)

LONDON: "We are desperate." Itu kata kata yang dilontarkan Harold Tobing setiap kali bertemu petugas di front desk tikecting sejumlah maskapai.

LONDON: "We are desperate." Itu kata kata yang dilontarkan Harold Tobing setiap kali bertemu petugas di front desk tikecting sejumlah maskapai.

Memang, hari ini emosi kami berempat seperti dibolak-balik. Harapan untuk bisa segera pulang, kembali ke titik nol. Udara yang makin dingin menambah kebekuan asa yang sebelumnya sempat mencuat. Sampai akhirnya terkapar kembali di kamar hotel Regency London-The Churchill. Rabu, pukul 04.00 pagi waktu London, kamibertiga, kloter terakhir penandatanganan restrukturisasi utang Garuda, VP Corporate Communication Garuda Indonesia Pujobroto, saya, fotografer Kompas, dan lokal staf Garuda Harold Tobing, berangkat menembus dinginnya pagi dengan mobil bernomor seri S444TOB. Padahal, kami baru saja masuk kamar pukul 23.30 setelah hampir seharian di Heathrow.Melalui website KLM, hari ini maskapai ini akan terbang sebanyak 10 kali. Namun hanya empat yang diberangkatkan yaitu KL 1000 pukul 6.35, KL 1002 pukul 8.40, KL 1010 pukul 11.50, dan KL 1022 pukul 17.05. Nah, tiket yang kami miliki itu pas yang pertama yakni KL 1000. Optimisme pun membuncah di antara rombongan. "Masa sih kita tidak dapat terangkut di salah satu empat penerbangan itu," kata Pujobroto. Koper pun kami turunkan dari kamar. Ini sudah dua kali kami keluar membawa tas bawaan ke Heathrow. Berbekal semangat untuk segera pulang, kami berempat meninggalkan hotel.Di tengah perjalanan, call centre KLM 087123110000 akhirnya bisa tersambung setelah sebelumnya selalu mesin penjawab. Suara di seberang sana meminta nomor tiket masing- masing penumpang. Tiga nama itupun sudah confirmed. Hanya saja, ini yang membuat kami bersedih, petugas KLM itu menegaskan hari ini tidak ada booking ticket. Artinya, tiket kami yang belum di re-booking dan belum tentu dapat seat.KLM hanya memberangkatkan penumpang yang sudah re-booking. Pembukuan baru paling lambat bisa berangkat tanggal 24 Desember. Lemas kami mendengarnya. Pujobroto mengaku kaget dengan penundaan sampai hari Jumat itu. "Saya kaget. Tidak menyangka sampai selama ini. Sampai-sampai lupa booking karena untuk menghubungi lagi pasti akan sulit."Perjalanan ke bandara pun menjadi hening. Masing-masing berpikir bakal makin lama terjebak di ibu kota United Kingdom ini. Sesampai di bandara, memang terlihat suasana sudah normal meski masih ada penumpang yang tertidur di lantai. Namun, tidak sebanyak dalam 2 hari terakhir. Kami pun langsung menuju ke konter KLM yang sudah panjang antreannya. Pujobroto dan Harold mencoba meminta penjelasan petugas KLM mengenai nasib tiket yang sudah dibeli itu. Seorang petugas berkepala plontos memberikan penjelasan bahwa penumpang yang sudah booking bisa langsung antre. Kami disarankan untuk menunggu sampai selesai antrean dan masuk waiting list yang jumlahnya hanya lima. Dan ini sangat tidak mungkin. Kami pun terus disarankan untuk menghubungi call centre KLM, periksa website, dan mengisi formulir pendataan. Sebenarnya, formulir itu sudah kami isi sehari sebelumnya dan dijanjikan akan dihubungi. Namun, sampai kami nongol lagi di Heathrow, tidak ada pemberitahuan apapun."Pendataan itu hanya untuk membuat kita senang saja. Tidak ada aksi apa apa dari pihak KLM. Tidak tahu lagi kalau memang sangat panjang antreannya," kata Harold.Akhirnya kami mencoba menunggu sambil menyusun rencana dan alternatif yang mungkin bisa dilakukan. Saya jadi teringat ketika hari pertama kami stranded dan mengantre di loket Singapore Airline, seorang petugas mengatakan bahwa kami harus berpikir 'out of the box' dalam menghadapi situasi ini.Bandara LutonGaruda sebenarnya memiliki staf di bandara Schiphol Amsterdam. Mereka mengusulkan untuk terbang dengan low cost carrier Jetair. Kami sepakat. Yang penting keluar dulu dari London dengan menggunakan maskapai apa saja."Kita sebenarnhya sudah membeli tiga tiket Jetair. Sekarang tinggal check in ke bandara Luton. Perjalanannya hampir 1 jam dari Heathrow. Luton ini termasuk salah satu dari empat bandara yang ada di London," kata Harold.Mobil pun melaju ke TKP. Di sepanjang jalan hamparan warna putih terlihat hambar. Apalagi begitu sampai di bandara London-Luton, lahan parkir kendaraan dipenuhi oleh salju tebal. Hawa dingin pun makin menusuk. "Luton ini berada di bagian atas Inggris, jadi memang lebih dingin dari London," papar pria yang dikaruniai dua putra ini.Jika melihat keramaian di bandara ini, penulis optimistis bakal dapat seat. Tidak terlalu ramai dan antrean tidak panjang. Masalah pun timbul. Petugas tiket Jetair menanyakan apakah memiliki visa Schengen untuk masuk ke Belanda. Sayangnya, saya dan Totok Wijayanto tidak memilikinya. Petugas itu pun tidak bisa memberikan seat. Padahal, untuk penerbangan ke Amsterdam tersedia Kamis pukul 16.00. "Sorry can not give the ticket," katanya pendek.Lengkap sudah penderitaan ini. Ditambah lagi di luar mulai terlihat turun salju. Malas rasanya harus kembali membawa barang bawaan terseok-seok di atas salju. Akhirnya kita pun memutuskan untuk kembali lagi ke Terminal 4 Heathrow menanyakan ke pihak KLM. Dengan harapan dapat kepastian seat untuk kapanpun.

Bahkan, saking putus asanya, kami sampai mendatangi kantor KLM di sekitar Heathrow. Dan jawabannya pun dapat ditebak. "Kantor ini hanya untuk marketing, bukan tempat booking tiket. Kita tidak memiliki sistemnya. Sebaiknya ke bandara. Atau silakan hubungi call centre saja. Keep trying," kata wanita di front desk seraya memberi secarik kertas bertuliskan telepon KLM di Amsterdam dan London.Sempat terpikir untuk meminta bantuan Kedubes RI untuk memberikan semacam note pengganti Schengen. Namun, Pujobroto tidak yakin hal itu dapat mengatasi masalah ini. Alih-alih dapat pulang, malah berurusan dengan pihak imigrasi. "Saya juga meminta teman di Singapura yang memiliki hubungan dengan banyak airline. Mungkin saja bisa membantu," paparnya.Rombongan pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke hotel dengan segala penat dan kantuk. Sebelum ke hotel kita mampir dulu di Satay House masakan Malaysia untuk makan siang. Semoga besok sudah ada kepastian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Mursito

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper