Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wapres JK Tegaskan Tidak Akan Impor Beras

Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan pemerintah tidak akan mengimpor beras hingga akhir tahun ini karena stok di Bulog cukup dan harga stabil

Bisnis.com, JAKARTA—Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan pemerintah tidak akan mengimpor beras hingga akhir tahun ini karena stok di Bulog cukup dan harga stabil.

Jusuf Kalla atau JK mengatakan, stok beras Bulog saat ini mencapai 2,2 juta ton.

“Kalau [stok] di bawah sejuta [ton] harga di atas 10% daripada harga patokan, impor. Sekarang syarat itu tidak memenuhi,” katanya seusai memimpin rapat lintas kementerian dan lembaga mengenai penyempurnaan metodologi perhitungan produksi beras di Kantor Wakil Presiden RI, Senin (22/10).

Dia pun mengingatkan, saat ini produksi beras nasional mengalami surplus. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan dari hasil penyempurnaan perhitungan produksi beras hingga Desember 2018, maka luas panen diperkirakan mencapai 10,9 juta Ha dari luas lahan baku 7,1 juta Ha. 

Berdasarkan perhitungan luas panen tersebut diperkirakan produksi gabah kering giling (GKG) hingga Desember 2018 mencapai 56,54 juta ton atau setara dengan 32,42 juta ton beras. 

Sementara konsumsi beras pada 2017 adalah 111,58 kg per kapita per tahun atau 29,57 juta ton per tahun.

Dengan demikian diasumsikan konsumsi beras yang telah disesuaikan untuk 2018 sama dengan 2017. Maka, selama 2018 terjadi surplus beras sebesar 2,85 juta ton. 

Surplus produksi beras itu, kata JK, mencerminkan petani yang bekerja keras. Sekitar 50% surplus produksi tersebut saat ini ada di tangan petani. Oleh karena itu, JK meminta kelebihan produksi yang berada di tangan petani dikelola dengan bijak.

Dalam kesempatan itu, JK pun berkaca dari kejadian krisis moneter pada 1998 saat pemerintah mengekspor sekitar 7 ton beras. Saat itu, kata dia, stok beras Bulog sangat kurang yang menimbulkan masalah psikologis di masyarakat.

Dalam kesempatan tersebut Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pun menimpali JK. Menurut Darmin, pada 1998 stok Bulog hanya 500.000 ton. Pemerintah pun tak memiliki data produksi beras yang konkret.

“Pada waktu itu kan kita belum punya data ini. Dan itu sudah berjibaku namanya, sebetulnya aturan main kita, stok itu tidak boleh di bawah 1 juta di Bulog. Jadi memang pada waktu itu seluruh alarmnya sudah bunyi, harus dilakukan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan  ada beberapa faktor yang mendorong impor beras. Diantaranya terkait produktivitas dalam produksi yang dipengaruhi masalah hama dan cuaca.

Jika produktivitas itu terganggu, kata dia, pemerintah harus tetap memiliki persediaan salah satu kebutuhan pokok tersebut.

"Ini juga menjadi sebuah perhitungan. Ini juga pengaruh, pasti berpengaruh perhitungan. Jadi kenapa kita masih impor, rasionalitasnya masih disitu. Cadangan nasional harus stand by, curent stock,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper