Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

'Swing Voter' Naik, Kuasai 10% Bisa Menangi Pilpres 2019

Pengamat politik Hendri Satrio mengataan bahwa kandidat capres berpeluang besar memenangi kontestasi Pilpres 2019 bila menguasai suara swing voter sedikitnya sebesar 10%.
Seorang pemilih mencelupkan tinta setelah mencoblos pada Pilkada DKI 19 Aprol/Bisnis-Dedi Gunawan
Seorang pemilih mencelupkan tinta setelah mencoblos pada Pilkada DKI 19 Aprol/Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat politik Hendri Satrio mengataan bahwa kandidat capres berpeluang besar memenangi kontestasi Pilpres 2019 bila menguasai suara swing voter sedikitnya sebesar 10%.

“Dengan menguasai 10% pemilih mengambang (swing voter), kemenangan sudah di depan mata,” ujarnya kepada wartawan, Senin (22/10/2018).

Menurutnya, swing voter menjadi penentu karena diperkirakan jumlahnya masih di kisaran 30%. Artinya, kalau (dari) 30% swing voter, bisa pegang 105 saja (sudah ada peluang menang)" ujarnya.

Pengamat Politik dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) mengakui swing voter muncul karena dua faktor. 

Pertama, karena memang belum memiliki pilihan. Kedua, sudah memiliki pilihan tapi masih mempertimbangkan beberapa hal.

"Rata-rata swing voters baru akan menentukan pilihan seminggu sebelum pemilihan atau pada hari H pencoblosan baru akan menentukan pilihan," kata Hendri.

Lebih lanjut, Hendri mengatakan, jumlah swing voters memang cukup banyak pada pemilu 2019 nanti. Oleh karenanya swing voters turut menjadi penentu pada kontestasi politik lima tahunan nanti.

Sementara itu, Ketua Umum Perkumpulan Swing Voters (PSV), Adhie Massardi mengatakan swing voters dalam survei politik merupakan masyarakat atau pemilih rasional yang berjumlah 30 hingga 40%  di setiap pemilu. Mereka biasanya tidak nyaman dengan tingkah laku para politisi peserta pemilu dan gagasan yang dinilai tidak masuk akal.

Dari data PSV, angka swing voter mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dimulai dari 7,3% pada Pemilu 1999, 15,9% pada Pemilu 2004, 21,8% pada Pilpres putaran I tahun 2005, dan 23,4% pada pilpres putaran II tahun 2005.

Sedangkan, pada Pileg 2009 terdapat 29,3% golput, sebanyak 28,3% pada Pilpres 2009, 24,8% pada Pileg 2014, dan 29,1% pada Pilpres 2014.

"Dari pengamatan kami, pemilu ke pemilu sejak era reformasi mulailah kelihatan bahwa masyarakat kita tidak semuanya memahami tingkah laku para politisi partai. Kami tidak ingin golput terus meninggi," ujar Adhie.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper