Bisnis.com, JAKARTA — Netralitas pejabat publik dan kepala daerah diperkirakan akan menjadi masalah pada pemilihan umum serentak 2019.
Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi mengatakan bahwa perkiraan ini mengacu pada pemilihan kepala daerah sebelumnya yaitu pada 2015 dan 2017.
Saat pilkada 2015, ada 23 permohonan sengketa hasil pilkada soal politisasi birokrasi di Mahkamah Konstitusi. Sementara pada 2017 jumlah ini turun menjadi 1 permohonan.
“Beberapa tindakan dan kebijakan selalu menjadi sorotan seperti kegiatan petahana mengganti pejabat, keterlibatan aparatur sipil negara dalam pemenangan, dan intimidasi dan keterlibatan aparat desa,” katanya di Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Veri menjelaskan bahwa keterlibatan pejabat publik dan kepala daerah bisa membuka potensi pelanggaran yang bergesekan langsung dengan posisi dan kedudukannya.
Keadaan inilah yang harus diantisipasi oleh penyelenggara pemilu melalui fungsi pengawasan, ketika publik, dan kepala daerah berbondong-bondong mendukung sebelah pihak.
Akan tetapi para pejabat menyatakan langsung mendukung salah satu calon bisa menjadi informasi bagus.
“Artinya sejak awal sudah bisa dipetakan aktor-aktor yang mungkin terlibat dalam proses kampanye, khususnya pejabat negara dan para kepala daerah,” ungkap Veri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel