Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus PLTU Riau-1: Setnov Jelaskan Maksud dan Tujuan Kunjungi Eni Saragih di Rutan KPK

Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto akhirnya menjelaskan secara langsung kunjungannya beberapa waktu lalu ke rumah tahanan salah satu tersangka kasus PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih.
Setya Novanto/Bisnis-Rahmad Fauzan
Setya Novanto/Bisnis-Rahmad Fauzan

Bisnis.com, JAKARTA -- Setya Novanto akhirnya menjelaskan secara langsung soal kunjungannya ke rumah tahanan salah satu tersangka kasus PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih.

Pada 7 September 2018, Kuasa Hukum Setya Novanto, Firman Wijaya, mengatakan kepada Bisnis bahwa menurut kliennya kunjungan tersebut tidak lebih dari kunjungan biasa.

"Menurut Pak Nov, ya, tengok biasa saja. Ya, atensi sebagai mantan pimpinan Partai Golkar terhadap anak buahnya," ujar Firman, Sabtu (8/9/2018).

Pada Jumat (14/9/2018),  Setya Novanto yang populer dengan sebutan Setnov akhirnya menceritakan langsung kepada awak media soal kunjungan tersebut.

"Eni kan karena anak buah saya. Jadi, saya jelaskan ke Pak Maqdir (Kuasa Hukum Setnov) juga, bahwa namanya anak buah kan saya merasakan juga sebagai tersangka, jadi saya membesarkan hati," ujar Setnov menjelang salat Jumat, di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam pertemuan tersebut, aku Setnov, dirinya juga meminta Eni untuk bersikap terbuka kepada KPK demi kelancaran penyidikan kasus PLTU Riau-1.

"Ya saya dateng untuk membesarkan hati, supaya kooperatif dengan KPK dan dijelaskan secara terbuka, kalau gitu kan bisa ringan hukumannya. Itu sebenarnya," ucap Mantan Ketua Umum Partai Golkar dan mantan Ketua DPR RI ini.

Seusai menjalani pemeriksaan pada 7 September 2018 lalu, Eni mengatakan terdapat lima hal dari pembicaraan antara dirinya dan Setnov. Lima hal tersebut telah disampaikannya ke penyidik KPK.

"Penyidik mengonfirmasi kepada saya atas kedatangan Pak Novanto menemui saya, saya sudah jelaskan apa yang disampaikan Pak Novanto. Ada lima hal (yang saya sampaikan) kepada penyidik," ungkap Eni di luar gedung KPK di Jakarta, Jumat (7/9/2018).

Namun, Eni juga mengaku apa yang Setya Novanto sampaikan pada saat kunjungan membuat dirinya merasa tidak nyaman.

"Ya, memang apa yang disampaikan oleh Pak Novanto membuat saya kurang nyaman," ujar Eni.

Menanggapi hal tersebut, Setya Novanto mengatakan hal sebaliknya, bahwa Eni justru mengucapkan terima kasih.

"Enggak ada. Baik saja, malah [katakan] terima kasih," papar Setnov.

Terkait perkembangan perkara PLTU Riau-1, KPK telah melakukan pelimpahan berkas dan tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo, salah satu tersangka kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1, pada pada Senin (10/9/2018) lalu.

Johannes ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 15 Juli 2018. Sehari sebelumnya, selain mengamankan pemegang saham BlackGold Natural Resources tersebut, KPK mengamankan Eni Maulani Saragih. Anggota Komisi VII DPR RI itu diamankan di rumah mantan Menteri Sosial Idrus Marham. Idrus pun kini menjadi tersangka.

Tiga orang tersangka telah ditetapkan KPK dalam kasus ini, yakni Eni Maulani Saragih dari Komisi VII DPR RI, Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku pemegang saham di BlackGold Natural Resources Ltd, dan Idrus Marham, mantan Menteri Sosial RI yang selama ini diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar.

Sejumlah pihak pun telah diperiksa, yakni perusahaan dan anak perusahaan BUMN, perusahaan asing yang masih menjadi bagian atau mengetahui skema kerja sama PLTU Riau 1, Kepala Daerah, dan tenaga ahli.

KPK masih menggali proses persetujuan atau proses sampai dengan rencana penandatanganan kerja sama dalam proyek PLTU Riau-1.

Skema kerja sama dalam kasus PLTU Riau-1 juga menjadi fokus KPK.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Eni Saragih dan Idrus Marham disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, sebagai pihak yang diduga pemberi, Johanes Budisutrisno disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper